Mojokerto-(satujurnal.com)
Rehab berat Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto masih
membutuhkan dana sekitar Rp 26 miliar. Rencananya, dana tersebut digunakan
untuk melanjutkan rehab sejumlah bagian bangunan masjid hingga tuntas tahun
2019 mendatang.
Sampai saat ini, dana yang terserap untuk rehab berat
masjid yang dimulai tahun 2015 tersebut sebesar Rp 22,4 miliar. Dana puluhan
miliar itu bersumber dari bantuan hibah Pemkot Mojokerto dalam dua tahun
anggaran sebesar Rp 15 miliar, Pemprov Jawa Timur Rp 1 miliar, kas takmir
masjid Rp 3,1 miliar dan sumbangan masyarakat Rp 3,3 miliar.
Sementara masih besarnya dana yang dibutuhkan,
menyebabkan panitia harus bergerak aktif menggalang dana dari berbagai pihak, diantaranya
dari BUMN, BUMD, perusahaan swasta maupun perorangan.
Upaya proaktif menyentuh pihak BUMN, BUMD dan swasta itu karena
tahun ini Pemkot Mojokerto dipastikan tidak mengucurkan dana hibah untuk rehab
Masjid Agung Al Fattah. Selain itu, sejauh ini belum ada sinyal dari Pemprov
Jawa Timur terkait bantuan dana hibah rehab masjid yang sudah diajukan panitia.
“Donasi dari berbagai pihak, seperti BUMN, BUMD,
perusahaan swasta dan perorangan sangat diharapkan untuk kelangsungan tahapan
rehab masjid,” kata Ketua Takmir Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto, KH Soleh Hasan, Selasa (16/1/2018).
Pemkot Mojokerto, imbuh Kyai Soleh, baru bisa memberikan
dana hibah kembali tahun 2019.
“Aturannya, dana hibah tidak bisa diberikan secara terus
menerus untuk sasaran penerima yang sama,” ujarnya.
Menurut Kyai Soleh, sejumlah perusahaan swasta di Kota
Mojokerto telah memberikan donasi untuk rehab masjid.
Diharapkan, hal serupa akan dilakukan perusahaan-perusahaan
lainnya.
Pun donasi dari perorangan sangat diharapkan agar rehab
masjid bisa terealisasi sesuai target.
Sekretaris Panitia Rehab Masjid Agung Al Fattah Kota
Mojokerto, Choirul Anwar mengatakan, sampai saat ini rehab masjid untuk bagian
struktur sudah mencapai 75 persen. Sedangkan untuk bagian arsitektur 35 persen.
Struktur bangunan lain yang sudah rampung direhab yakni
mihrof berdinding dan berlantai marmer impor Italia serta rehab bagian masjid
di bagian utara.
“Sekarang rehab memasuki tahapan keempat. Di tahapan ini
digarap rekontruksi empat pilar atau empat soko guru berdiameter 50 centimeter ke
bentuk aslinya dengan mengembalikan bentuk asli ukir dan warna asli kayu. Namun, fungsinya bukan lagi sebagai pilar
penyangguh melainkan sebagai ornamen. Tinggi soko guru dinaikkan dari 10 meter
menjadi 13,5 meter,” terangnya.
Choirul Anwar menyebut, pekerjaan di bangunan utama pilar
penyangga memang yang paling rumit dan menyerap anggaran lumayan besar. Untuk
kerangka baja saja menghabiskan dana tidak kurang dari Rp 800 juta rupiah.
Sedangkan lantai marmer diantara empat soko guru berjarak 4,6 meter dipesan
khusus dengan kualitas super dengan anggaran sekitar Rp 1,9 miliar. Selain
pilar, yang tampak tengah digarap yakni kubah utama yang dihiasi kaligrafi
bernuasa Timur Tengah.
Meski terjadi rehab berat, ujar Choirul Anwar, namun
struktur bangunan masjid yang memiliki nilai historis, seperti soko guru itu
tetap dipertahankan.
Sedangkan sesuai perencanaan, jika keseluruhan rehab
rampung, masjid terbesar di Kota Mojokerto ini akan mampu menampung sekitar
3000 jamaah, atau dua kali lipat dari kapasitas sebelumnya, 1500 jamaah.
Choirul Anwar yang juga menjabat Kabag Humas Pemkot
Mojokerto ini optimis rehab berat masjid yang didirikan tahun 1877 oleh Bupati
Mojokerto, RAA Kromojoyo Adinegoro tersebut rampung sesuai jadwal. Apalagi
kepanitiaan rehab masjid yang dikawal 46 anggota dari berbagai unsur dan elemen
masyarakat, antara lain Wakil Gubernur Jawa Timur, Walikota Mojokerto dan unsur
Forum Pimpinan Daerah (Forpimda), para kyai dan tokoh masyarakat terus proaktif
melakukan penggalangan dana.
Dan yang pasti, meski masjid dalam kondisi rehab, namun
sama sekali tidak mempengaruhi aktivitas jamaah.
"Karena rehab dilakukan secara bertahap, bukan total,
semisal dengan merobohkan seluruh bangunan masjid," tukas Choiru Anwar.
Sementara itu, dalam catatan panitia rehab masjid, Masjid
Agung Al Fattah mengalami beberapa kali direhab..
Rehab pertama, 1 Mei 1932 atau lebih dari setengah abad
sejak difungsikan 12 April 1878. Rehab pertama masjid yang digarap Comite Lit
atau panitia pemugaran yang terdiri dari Bupati Kromojoyo Adinegoro memakan
waktu sekitar dua tahun. Peresmian rehab dilakukan M.Ng Reksoamiprojo,
Bupati Mojokerto ke -IV - V pada 7
Oktober 1934.
Pada 11 Oktober 1966, masjid ini diperluas lagi oleh R
Sudibyo, Wali Kota Mojokerto dan diresmikan pada 17 Agustus 1968. Setahun
kemudian, tepatnya 15 Juni 1969 Bupati RA Basuni juga melakukan perluasan.
Setelah hampir 100 tahun berdiri, ternyata masjid ini
tidak memiliki nama. KH Achyat Chalimy pengasuh Ponpes Sabilul Muttaqin memberi
nama masjid ini dengan nama Masjid Jamik Al Fattah.
Social