Kasus Korupsi Alat Peraga SMKN 2 Kota Mojokerto, Nurhayati : Hanya Jalankan Perintah Atasan - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Kasus Korupsi Alat Peraga SMKN 2 Kota Mojokerto, Nurhayati : Hanya Jalankan Perintah Atasan

Surabaya-(satujurnal.com)
Nurhayati, PNS Pemkot Mojokerto, terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat peraga dan alat laboratorium SMKN 2 Mojokerto 2013 menyatakan keberatan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjeratnya dengan pasal tindak pidana korupsi (TPK).

Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan di persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at (2/2/2018), Imam Subawih, penasehat hukum Nurhayati menyebut jika kliennya terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan uang negara hingga Rp 1, 2 miliar itu lantaran menjalankan perintah atasannya.
 “Terdakwa hanya menjalankan perintah atasan, yakni pejabat Pengguna Anggaran (PA) dalam hal ini kepala Dinas P dan K,” kata Imam Sibaweh, penasehat hukum Nurhayati, .

Sibaweh menyatakan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menjerat Nurhayati dengan pasal tindak pidana korupsi. Jaksa menuntut Nurhayati penjara 4 tahun dan denda Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan. Menurut Sibawih, selain hanya menjalankan perintah atasan, Nurhayati tidak melakukan korupsi apapun.

“Tidak ada niat sedikit pun melakukan korupsi, karena tidak ada keuntungan pribadi dan uang proyek yang dinikmati. Terdakwa juga tidak pernah intervensi kepada panitia lelang,” cetusnya.

Karena Nurhayati tidak melakukan korupsi, katanya lagi, tuntutan pidana JPU dinilainya terlampau berat jika dihubungkan perbuatan terdakwa.

Diyakini Sibaweh, dasar hukum yang digunakan dasar JPU menjerat kliennya dalam perkara dugaan korupsi yakni Perpres 70/2012 tidak tepat. Tugas dan kewenangan tedakwa selaku PPK dalam pengadaan alat peraga sudah sesuai dengan prosedur hukum pengadaan seperti diatur dalam Perpres tersebut. Karena dalam menetapkan rencana spesifikasi teknis barang berdasarkan petunjuk dan perintah langsung dari PA dan sudah direncanakan dengan CV CKA pada tahun anggaran 2012.

“Maka secara yuridis formal pekerjaan yang dilakukan oleh terdakwa sama sekali tidak bertentangan dengan hukum pengadaan barang dan jasa. Jadi sangat tidak adil dan diskiriminatif apabila pembebanan hukum hanya pada PPK,” tegas Sibaweh.

Hal itu, ujar Sibaweh, diperkuat dengan keterangan Agus Yusuf Arianto, saksi ahli dari LKPP yang dihadirkan terdakwa dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan tersebut.

“Menurut saksi ahli dari LKPP, penetapan spesifikasi teknis barang dan harga perhitungan sendiri (HPS) oleh PPK tidak baku dan masih bisa dikoreksi oleh Pokja ULP (panitia lelang). Apabila pokja ULP tidak mengevaluasi dan mengkaji ulang terkait penetapan spesifikasi barang maka pokja ULP juga harus ikut bertanggungjawab secara hukum,” tandasnya.

Ia berharap majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan mengabulkan pleidoi terdakwa. “Dari fakta-fakta persidangan dan keterangan saksi ahli, jelas bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang seperti diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi,” kata Sibaweh. 

Selain Nurhayati, dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan alat peraga dan alat laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto tahun anggaran 2013, empat terdakwa lainnya, yakni Moch Hadi Wiyono, ketua pokja lelang dan tiga dari pihak swasta, Hartoyo, Nur Sasongko dan Armanu juga menyampaikan pleidoi.

JPU Agustri Hartono, Trian Yuni Diarsa dan Johan Dwi Junianto, p menyampaikan replik. Namun hanya untuk dua terdakwa, yakni Moch Hadi Wiyono, dan Nur Sasongko . Sedangkan replik terhadap pleidoi Nurhayati, Armanu dan Hartoyo baru digelar Senin (5/2/2018) lusa.

Diberitakan sebelumnya, JPU Kejari Kota Mojokerto menuntut berat lima terdakwa dugaan korupsi alat peraga dan alat laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto tahun anggaran 2013, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (19/1/2018).

Kelima terdakwa, yakni, Nurhayati, Moch. Hadi Wiyono, Hartoyo, Nur Sasongko dan Armanu dituntut melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meski dituntut melanggar pasal yang sama, namun tuntutan hukuman terhadap mereka berbeda.

Sedangkan Moch Hadi Wiyono, ketua pokja lelang pengadaan alat peraga, dituntut sama dengan tuntutan terhadap Nurhayati, yakni pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Namun, masih ditambah  pengembalian uang negara sebesar Rp 5 juta.

Sementara dari pihak swasta, Moch. Armanu, Direktur PT Integritas Pilar Utama, pemenang tender, dituntut paling berat, yakni 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan serta mengembalikan kerugian negara Rp 500 juta.

Hartoyo, pihak yang mencarikan tender, dituntut 7 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan serta mengembalikan kerugian negara Rp 500 juta.

Sedangkan Nur Sasongko, Direktur CV Global Inc, dituntut 6 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan serta mengembalikan kerugian negara Rp 500 juta.

Ketiganya, Armanu, Hartoyo dan Nur Sasongko terancam diganjar kurungan penjara 4 tahun. Ini jika mereka tidak mampu mengembalikan kerugian negara yang mencapai setengah miliar rupiah tersebut.

Seperti diketahui, pengadaan alat peraga di SMKN 2 Kota Mojokerto dilakukan tahun 2013 silam. Dibiayai APBD sebesar Rp 3,3 miliar, dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan alat-alat laboratorium, alat peraga, alat praktik sekolah SMKN 2 Kota Mojokerto.

Dari 21 peserta lelang, hanya tiga yang lolos verifikasi panitia. Yakni PT Integritas Pilar Utama dengan nilai penawaran senilai Rp 3.285.940.000, CV Bintang Peraga Nusantara  dengan nilai Rp 3.302.705.000 dan CV Hadisty Cemerlang dengan penawaran Rp 3.317.314.500. Panitia akhirnya memenangkan PT Integritas Utama dalam proyek tersebut.

Rupanya, kemenangan itu direkayasa oleh panitia pengadaan. Dan, Harga Perkiraan Satuan (HPS) di-mark up oleh CV Global yang berafiliasi dengan perusahaan pemenang lelang. Akibat perbuatan para para terdakwa, negara dirugikan hingga Rp 1,2 miliar.(one)


Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional