Jombang-(satujurnal.com)
Wacana kegiatan eksplorasi yang akan
dilakukan oleh PT Lapindo Brantas, di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kecamatan
Kesamben Jombang, tampaknya mendapat respon serius dari warga setempat
Sekitar 200 orang warga Desa Blimbing
dan Desa Jombok Kecamatan Kesamben yang tergabung dalam Forum Warga Peduli
Lingkungan dan Agraria (FORPALA) bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, melakukan aksi unjuk rasa (unras) ke pemerintahan
kabupaten (Pemkab) Jombang, pada hari Rabu pukul 09.00 WIB.
Hal ini dilakukan untuk menyuarakan
penolakan rencana eksplorasi minyak dan gas bumi di blok Metro Jombang yang
akan dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.
Salah satu perwakilan warga, Lasmiati,
mengatakan, Selain tanpa ijin warga, penolakan itu juga karena warga khawatir
kegiatan pengeboran tersebut akan merusak lingkungan dan menganggu perekonomian
warga.
Tidak hanya itu, warga Desa Jombok
hingga saat ini juga mengaku masih trauma dengan gagalnya proyek yang sama PT.
Lapindo Brantas di Kabupaten Sidorajo yang hingga saat ini belum berhasil
dituntaskan oleh Pemerintah. Untuk itu, warga menuntut Pemerintah Kabupaten
Jombang mencabut ijin lingkungan pengeboran minyak dan gas bumi tersebut.
“Semuanya tetangga-tetangga saya juga
tidak setuju semua, pokoknya tidak setuju karena kami takut seperti Lapindo
(Sidoarjo) kan pernah ada kejadian, kami membela anak cucu kita, kasihan anak
cucu kita nanti”, kata Lasmiati, saat melakukan demonstrasi tolak Lapindo di
Ruang Bung Tomo Pemkab Jombang.
“Aksi tolak tambang dilakukan warga,
setelah mengetahui adanya rencana eksplorasi tambang migas tanpa ada izin
kepada warga,” ujar Kordinator aksi dari KontraS, Abdul Cakhim, pada sejumlah
jurnalis, Rabu (9/5/2018).
Masih menurut penjelasan Chakim, dari
keterangan salah satu perwakilan warga desa Blimbing, awal mengetahui adanya
rencana eksplorasi migas yang akan dilakukan PT. Lapindo dari adanya pembagian
uang yang dilakukan perangkat desa kepada sebagian warga desa.
“Banyak warga yang curiga dan
mempertanyakan maksud pembagian uang tersebut pada aparat pemerintah desa.
Selanjutnya pihak perangkat menjelaskan bahwa uang tersebut hasil dari
penjualan tanah warga yang dibeli oleh PT. Lapindo untuk eksplorasi tambang,” kata
Chakim.
Sebagian warga yang resah akibat
mengetahui informasi tersebut, lanjut Chakim, melakukan penolakan dengan
pemasangan sapanduk.
“Penolakan warga dilakukan karena
khawatir lingkungan dan desa tempat tinggal mereka bakal rusak dan mengganggu
perekonomian,” ungkapnya.
Saat disinggung mengenai hal apa yang
menjadi alasan kuat warga melakukan penolakan tersebut, pihaknya menjelaskan
bahwa warga ketakutan akan kegagalan atau kelalaian eksploitasi oleh PT.
Lapindo di Sidoarjo.
“Sampai saat ini bencana lapindo di
porong Sidoarjo, belum mampu ditangani oleh korporasi maupun pemerintah,”
paparnya.
Lanjut Chakim, selain itu selama ini
kondisi lingkungan di desa Blimbing dalam 10 tahun terakhir mulai rusak akibat
adanya industri pengeboran Yodium yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma dan juga
akibat dari pembangunan jalan Tol Moker.
“Situasi ini hanya akan memperburuk
kondisi lingkungan dan merusak saluran irigasi. Dan rencana pengeboran lapindo
akan berakibat pada hilangnya mata pencarian masyarakat yang selama ini
mengantungkan dari hasil pertanian,” terangnya.
Dari data yang dihimpun oleh KontarS,
di lokasi sekitar wilayah Kecamatan Kesamben, terdapat beberapa pencemaran
lingkungan yang pernah terjadi di dusun Beluk Lor Desa Blimbing dan Dusun Beluk
Desa Jombok.
“Polusi udara yang diakibatkan dari
produksi Pabrik Tebu Gempol Kerep dan Pabrik Pabrik Bioethanol Gedeg, Pencemaran
air sungai yang diakibatkan oleh limbah produksi pabrik kertas, rusaknya sumber
mata air yang disebabkan banyaknya sumur bor PT. Kimia Farma dan sumur bor
peninggalan Belanda,” tegas Chakim.
Namun saat ditanya apakah sejauh ini
sudah ada dampak yang timbul di masyarakat sejak adanya wacana ekplorasi yang
akan dilakukan oleh PT Lapindo Brantas, pihaknya menuturkan bahwa sejak adanya
proyek ini, hubungan antar masyarakat, mulai tidak harmonis.
“Masyarakat disana kondisinya saling
curiga, saling menjatuhkan, hidup berkelompok, saling rasan-rasan,
bertetanggaan saling canggung, ditambah lagi ada kejadian proses jual-beli
tanah yang akan dipakai proyek eksploitasi membuat warga mulai tidak percaya
bahkan enggan menghormati para perangkat desa, seakan-akan warga merasa tidak
dianggap,” katanya.
Imbuh Chakim, berdasarkan uraian
fakta-fakta yang menggambarkan kondisi kehidupan warga tersebut, kami dari
Forum Warga Peduli Lingkungan medesak agar pemerintah Kab Jombang segera,
menerima tuntutan kami.
” Penerintah harus mencabut penerbitan
ijin lingkungan No. No.188.4.45/128/415.10.3.4/2018 kegiatan pengeboran di desa
blimbing dan Jombok Kesamben Jombang,” pungkas Chakim.(rg/tar)
Social