Surabaya-(satujurnal.com)
"Dari awal kami sudah menduga kalau (eksepsi) akan ditolak. Namun terhadap putusan sela dalam perkara tipikor, tidak ada hal yang tidak mungkin,” sergahnya.
Tim
penasehat hukum Mas’ud Yunus, Walikota Mojokerto non aktif, terdakwa kasus tindak
pidana korupsi mengaku tidak kaget jika eksepsi atau nota keberatan yang
diajukan ditolak majelis hakim dalam persidangan dengan agenda putusan sela di
Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (13/8/2018).
“Kami
tidak kaget," kata Mahfud, penasehat hukum Mas'ud Yunus kepada sejumlah
awak media usai sidang.
Bahkan ia mengaku sudah
menduga dari awal jika majelis hakim akan menolak eksepsinya.
"Dari awal kami sudah menduga kalau (eksepsi) akan ditolak. Namun terhadap putusan sela dalam perkara tipikor, tidak ada hal yang tidak mungkin,” sergahnya.
Mahfud juga menilai hakim
bersikap normatif dalam memutus eksepsinya.
“Fungsi nota keberatan
sebenarnya untuk menunjukkan pada majelis hakim agar punya pandangan lebih luas,
bukan hanya berpegang pada surat dakwaan penuntut umum," tukas Mahfud.
Meski menyatakan menerima
putusan hakim, namun Mahfud meminta agar majelis hakim memberikan hak terdakwa sesuai haknya.
“Jadi harus diperlakukan dengan adil dan juga diputus dengan adil,” cetusnya.
“Jadi harus diperlakukan dengan adil dan juga diputus dengan adil,” cetusnya.
Ia tetap berkeyakinan, Mas’ud
Yunus bukan inisiator, seperti termaktub dalam eksepsinya.
"Kita lihat di
persidangan nanti. Karena dari berkas yang kami pelajari, Mas’ud Yunus bukan
pihak yang membuat kesepakatan, melainkan Wakil Walikota bersama tim anggaran
yang membuat kesepakatan dengan pimpinan Dewan di suatu hotel di Trawas,
Mojokerto,” ujarnya.
Soal saksi meringankan,
Mahfud menyatakan akan melihat perkembangan dalam persidangan nanti.
“Nanti kita lihat. Karena saksi yang dihadirkan dalam persidangan kadangkala menyatakan hal berbeda ketika mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi,” katanya.
“Nanti kita lihat. Karena saksi yang dihadirkan dalam persidangan kadangkala menyatakan hal berbeda ketika mereka menjalani pemeriksaan sebagai saksi,” katanya.
Sementara,
dalam persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda putusan sela
terhadap eksepsi yang diajukan terdakwa Mas’ud Yunus, majelis hakim memutuskan
menolak nota keberatan atau eksepsi Walikota Mojokerto non aktif tersebut.
"Mengadili,
menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima.
Menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar untuk memeriksa dan
mengadili perkara atas nama terdakwa Mas'ud Yunus," kata Ketua Majelis
Hakim, Dede Suryaman.
Hakim
Dede Suryaman kemudian memerintahkan JPU KPK untuk melanjutkan perkaranya
dengan agenda pembuktian dengan mendengarkan keterangan saki-saksi.
Dalam
pertimbangannya, majelis hakim menilai keberatan penasihat hukum atas dakwaan
sudah memasuki materi perkara yang akan dibuktikan dalam sidang. Sehingga,
keberatan tersebut tidak dapat diterima.
"Materi
keberatan penasihat hukum sudah memasuki materi perkara. Sedangkan, surat
dakwaan penuntut umum telah memuat identitas terdakwa sehingga secara formal
surat dakwaan telah terpenuhi," kata hakim
Hakim
menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun KPK itu sudah memenuhi syarat
materil dan formil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Surat
dakwaan penuntut umum terhadap Mas'ud Yunus dinilai sudah diuraikan secara
cermat, jelas, dan lengkap.
Seperti
diberitakan, dalam eksepsi yang
dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Serabaya, Senin (6/8/2018) tim
penasehat hukum Walikota Mojokerto (non aktif) tersebut membantah kliennya
dianggap sebagai inisiator.
Mahfud
pun menegaskan, kliennya tidak mengetahui perihal kesepakatan dan tidak pernah
membuat kesepakatan dengan pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Pun
soal 'penghasilan tambahan' yang diminta
Dewan, Mahfud menyebut kliennya tidak pernah membuat kesepakatan. "Justru
yang membuat kesepakatan adalah Wakil Walikota," sergahnya.
Lantaran
itu, Mahfud meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Surabaya yang
dipimpin oleh Dede Suryaman menjatuhkan putusan sela, yaitu menyatakan surat
dakwaan JPU KPK batal demi hukum.
Kemudian,
meminta majelis menerima seluruh keberatan atau eksepsi penasehat hukum dan
memerintahkan JPU KPK untuk membebaskan Mas'ud Yunus dari tahanan.
Seperti
diketahui, dalam persidangan pertama di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis
(2/8/2018) dengan majelis hakim yang diketuai Dede Suryaman tersebut, JPU KPK,
Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti membacakan Surat Dakwaan Nomor : 68
/DAK.01.04/24/07/2018 atas terdakwa Mas’ud Yunus, Walikota Mojokerto periode
2013 – 2018.
JPU
KPK mendakwa Mas’ud Yunus dengan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada
dakwaan alternatif, JPU KPK menyangkakannya dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penyidik
KPK menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka berdasar pada pengembangan
penanganan perkara dugaan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara terkait pembahasan perubahan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (PABD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Pemerintah Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017. (one)
Social