Surabaya-(satujurnal.com)
Walikota Mojokerto nonaktif, Mas’ud
Yunus akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan di Pengadilan
Tipikor Surabaya, Kamis (02/08/2018).
Mahfud, Penasehat Hukum Mas’ud Yunus
mengatakan, pihaknya mengajukan eksepsi atau keberatan karena menilai dakwaan
JPU KPK tidak jelas dan tidak cermat.
“Dakwaan yang tadi dibacakan tidak
jelas. Walikota Mojokerto ditempatkan dalam satu hal yang awalnya tidak
diketahui. Kalau dalam bahasa Surabaya dia ‘digigit’ bawahannya,” kata Mahfud
kepada sejumlah awak media, usai persidangan.
Kami, lanjut Mahfud, ingin
menyampaikan sesuatu diluar dakwaan. Apakah walikota sebagai inisiator atau
orang yang dijebak, itu yang paling penting.
“Apa yang disepakati pun walikota
tidak tahu sebenarnya,” tandas dia.
Perbuatan berlanjut yang dimaksud dalam dakwaan, yakni pasal 55 ayat 1 KUH Pidana, menurut Mahfud juga tidak jelas.
“Perbuatan berlanjut yang dimaksud
dalam dakwaan pasal 55 KUH Pidana tidak jelas, apakah turut serta, tidak
dirinci dengan jelas. Jadi, ada hal yang
tidak ia ketahui dalam dakwaan,” katanya.
Ia pun menyinggung soal fakta-fakta
persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto.
“Kalau kita lihat, dari fakta-fakta
persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, ada hal yang tidak sinkron.
Walikota dijadikan tersangka dan terdakwa atas hal yang direkam oleh Wiwiet
Febriyanto. Dari hasil rekaman itulah kemudian seakan-akan walikota
memerintahkan. Padahal kalau lihat rekamannya tidak seperti itu. Tidak secara
eksplisit, jadi tidak jelas, sehingga kami akan mendudukkan pada porsi
sebenarrnya, apakah sebagai inisiator atau dijebak oleh orang-orang tertentu.
Semua orang sudah tahu siapa yang dimaksud,” tandas Mahfud.
Sementara itu, dalam persidangan
pertama dengan majelis hakim yang diketuai Dede Suryaman tersebut, JPU KPK, Arin
Karniasari dan Tri Anggoro Mukti membacakan Surat Dakwaan Nomor : 68 /DAK.01.04/24/07/2018 atas
terdakwa Mas’ud Yunus, Walikota Mojokerto periode 2013 – 2018.
JPU KPK mendakwa Mas’ud Yunus dengan
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pada dakwaan alternatif, JPU KPK
menyangkakannya dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.
Penyidik KPK menetapkan Mas’ud Yunus
sebagai tersangka berdasar pada pengembangan penanganan perkara dugaan memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
terkait pembahasan perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PABD) pada Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto Tahun Anggaran
2017.
Mas’ud Yunus merupakan tersangka
kelima dalam kasus ini. Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada
pertengahan Juni 2017 KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota
Mojokerto. 4 orang di antaranya berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara
kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Purnomo, ketua Dewan
Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah Fanani, masing-masing wakil ketua Dewan dan
Wiwiet Febriyatno. Saat itu KPK juga mengamankan sejumlah uang tunai dalam
pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.
Keempatnya menjalani proses
persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto dijatuhi vonis
sesuai tuntutan JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara, denda Rp 250 juta
subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing
dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 200 juta subsider 3
bulan kurungan. (one)
Social