Surabaya-(satujurnal.com)
Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pemerintahan Kota Mojokerto bulan Juni 2017
silam yang menyeret Kadis PUPR dan tiga pimpinan Dewan setempat tidak saja
menguak kasus suap uang triwulan dan komitmen fee program jaring aspirasi
masyarakat (jasmas) tahun anggaran 2017. Terungkap, dalam pengembangan kasus
tindak pidana korupsi yang berujung ditetapkannya Walikota Mojokerto, Mas’ud
Yunus sebagai tersangka tersebut, penyidik KPK juga menemukan sejumlah bukti
terkait pengucuran ‘uang haram’ kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto
hingga mencapai angka lebih dari Rp 2 miliar rupiah., yakni uang yang disebut ‘tambahan
penghaslan’ Rp 1,465 miliar dan ‘fee jasmas’ Rp 573 juta.
Dalam persidangan perdana Mas’ud Yunus
di Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman,
dua orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arin Karniasari dan Tri Anggoro yang membacakan
Surat Dakwaan KPK Nomor : 68/DAK.01.04/24/07/2018, disebutkan, Mas’ud Yunus menyepakati
adanya pemberian ‘tambahan penghasilan’ untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota
Mojokerto untuk memperlancar pembahasan RAPBD 2016 dan menyetujui laporan
pelaksanaan APBD 2016.
“Terdakwa merealisasikan pemberian
tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut
dari bulan Nopember 2015, Maret 2016, Juli 2016. November 2016 dan Desember
2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465. 000.000,” kata JPU KPK, Arin
Karniasari.
Selain uang ‘tambahan penghasilan’
yang acap disebut uang gedok tersebut, pimpinan dan anggota Dewan juga
mengantongi uang fee kegiatan jasmas tahun 2016 dari Wiwiet Febrianto, Kadis
PUPR kala itu. JPU KPK menyebut, pemberian juga secara bertahap.
“Terdakwa selain merealisasikan
tambahan penghasilan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut.
juga mengetahui adanya pemberian fee berupa uang dari kegiatan Jaring Aspirasi
Masyarakat (JASMAS) Anggaran di Dinas PUPR pada Program Pembangunan
lnfrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan Penataan Lingkungan Pemukiman
Penduduk Pedesaan (Penling) Tahun 2016 oleh Wiwiet Febryanto selaku Kepala
Dinas PUPR kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kola Mojokerto secara bertahap
yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016, dan Desember 2016
hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp573.000.000,” sebut JPU KPK Arin
Karniasari dalam dakwaannya.
Namun, JPU KPK tidak membeber rinci besaran
‘uang haram’ yang diterima setiap anggota Dewan tersebut.
“Nanti, pembuktiannya di persidangan,”
ujar Tri Anggoro dikonfirmasi selepas sidang.
Tri Anggoro tak menampik kabar sejumlah
anggota Dewan yang sudah mengembalikan ‘uang tambahan’ dan fee jasmas 2016 ke
KPK saat mereka menjalani pemeriksaan penyidik KPK sebagai saksi untuk
tersangka Mas’ud Yunus. Besarannya, sekitar Rp 60 juta per orang.
“Ya ada (pengembalian) tapi belum
semuanya. Masih ada yang belum mengembalikan,” katanya.
Kabar pengembalian ‘uang haram’ itu
sudah merebak dari gedung Dewan. Namun, rupanya kalangan Dewan pilih tutup
mulut.
“Saya tidak tahu soal itu,” kilah
salah satu anggota Dewan saat dikonfirmasi soal pengembalian uang.
Diberitakan sebelumnya, Mas’ud Yunus
merupakan tersangka kelima dalam kasus ini. Sebelumnya, dalam operasi tangkap
tangan (OTT) pada 16 Juni 2017 KPK menetapkan empat orang tersangka, yakni Kadis
PUPR Wiwiet Febriyanto, Purnomo, ketua Dewan Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah
Fanani, masing-masing waki ketua Dewan. Saat itu KPK juga mengamankan sejumlah
uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.
Sebelumnya, tanggal 10 Juni 2017, Wiwiet
Febriyanto menyerahkan uang tunai Rp 150 juta kepada Purnomo. Uang itu sebagian dari komitmen fee jasmas. Oleh
Purnomo, uang itu lalu dibagi-bagi kesemua awak Dewan. Dirinya mengantongi Rp
15 juta, sedang Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing Rp 12,5 juta dan
22 orang anggota Dewan masing-masing Rp 5 juta.
Dalam proses penyidikan sebelum berkas
perkara dilimpahkan ke pengadilan, tiga pimpinan dan 22 anggota Dewan sudah menyerahkan
ke KPK.
Sementara, dari persidangan di
Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto dijatuhi vonis sesuai tuntutan
JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara, denda Rp 250 juta subsider 6
bulan kurungan. Sedangkan Purnomo, Umar
Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing dijatuhi hukuman pidana penjara
selama 4 tahun, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. (one)
Social