Surabaya-(satujurnal.com)
Mahfud, penasihat hukum Mas’ud Yunus menilai,
tuntutan pidana penjara selama 4 tahun kepada kliennya tidak
adil. Isi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang didakwakan kepada kliennya tidak proporsional.
“JPU tidak adil dalam tuntutannya,”
kata Mahfud usai menjalani persidangan lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi di pengadilan
Tipikor Surabaya, Selasa, 18 September 2018.
Karena, ujar Mahfud, pasal yang
didakwakan kliennya sama dengan Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR yang
dituntut 2 tahun penjara.
“Padahal peranan Wiwiet Febriyanto
jauh lebih besar daripada Mas’ud Yunus,” tegas Mahfud.
Wiwiet Febriyanto, katanya lebih
lanjut, terbukti menikmati uang untuk kepentingan pribadi dan membagi-bagikan
uang, seperti keterangan saksi-saksi.
“Malah Walikota yang jadi korban
konspirasi dituntut 4 tahun,” tandasnya.
Menurutnya, banyak fakta-fakta yang
tak diungkapkan dalam persidangan, tapi malah dimasukan dalam surat tuntutan.
“Misalnya tentang keterangan Wiwiet Febryanto mengenai
nilai-nilai yang diberikan. Sesuai dengan KUHP, keterangan saksi dan terdakwa
apa yang disampaikan dalam sidang, yang di sumpah terlebih dulu dan KUHP, itu
sebagai pedoman, itu harusnya di klarifikasi satu persatu," terangnya.
Pun beberapa hal yang disampaikan JPU,
katanya lagi, tak sesuai dalam persidangan.
"Cuma ada yang kurang, inisiator
adalah wakil walikota (Suyitno), hanya disentuh sedikit, padahal majelis hakim
pada waktu sidang yang lalu itu memerintahkan JPU untuk memproses," tukas
Mahfud.
Ditandaskan ia, yang membuat
kesepakatan dengan pimpinan Dewan besaran tambahan penghasilan yang disebut
uang triwulan itu adalah wakil walikota.
Dalam persidangan dengan ketua majelis
hakim Dede Suryaman, Mas'ud Yunus, Walikota Mojokerto nonaktif terdakwa perkara
dugaan tindak pidana korupsi dituntut JPU KPK 4 tahun penjara dan denda Rp 250
juta subsidier 3 bulan kurungan.
Selain itu, penuntut umum meminta
majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama
4 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Mas'ud Yunus dianggap penuntut umum
mengetahui, merealisasi dan tidak melaporkan tindak pidana yang ia ketahui.
"Menuntut supaya Majelis Hakim
Pengadilan Tipikor Surabaya yang memeriksa perkara ini memutuskan , menyatakan
terdakwa Mas'ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah
melakukan 'tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut' sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 tahun Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
juncto Pasal 64 (1)-KUHPidana,” kata Tri Anggoro, penuntut umum KPK saat
membacakan surat tuntutan.
Penuntut Umum menilai, dari dakwaan
dan dari fakta persidangan berkaitan dengan pasal ‘perbuatan berlanjut’, bahwa
perbuatan secara melawan undang-undang itu merupakan realisasi kesepakatan
terdakwa dengan pimpinan Dewan untuk pemberian tambahan pundi-pundi penghasilan
bagi anggota Dewan yang bersumber dari jatah triwulan.
Diberitakan sebelumnya, Mas’ud Yunus
merupakan tersangka kelima dalam kasus ini. Sebelumnya, dalam operasi tangkap
tangan (OTT) pada 16 Juni 2017 KPK menetapkan empat orang tersangka, yakni
Kadis PUPR Wiwiet Febriyanto, Purnomo, ketua Dewan Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah
Fanani, masing-masing waki ketua Dewan. Saat itu KPK juga mengamankan sejumlah
uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.
Sementara, dari persidangan di
Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto dijatuhi vonis sesuai tuntutan
JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara, denda Rp 250 juta subsider 6
bulan kurungan. Sedangkan Purnomo, Umar
Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing dijatuhi hukuman pidana penjara
selama 4 tahun, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. (one)
Social