Surabaya-(satujurnal.com)
Mahfud,
penasehat hukum Mas’ud Yunus menyatakan akan melaporkan KPK ke DPR, jika majelis
hakim Pengadilan Tipikor Surabaya sependapat serta menjatuhkan putusan terhadap
kliennya, Walikota Mojokerto nonaktif tersebut sesuai dengan tuntutan penuntut
umum KPK.
Jalur
DPR itu akan ditempuh jika dalam penilaiannya, KPK tidak bertindak sesuai
aturan hukum acara, termasuk tidak disentuhnya Wakil Walikota Suyitno dalam
perkara yang menjerat pejabat legislatif dan eksekutif tersebut.
“Ada
sistem pengawasan dalam proses peradilan. Kalau ada yang tidak sesuai dengan
aturan hukum, kita akan laporkan KPK sebagai bagian dari eksekutif ke DPR
sebagai pengawas. Kami ingin meluruskan, kami tidak minta lebih,” cetus Mahfud.
Namun,
jika majelis hakim menjatuhkan putusan sesuai dengan materi pembelaan yang
dibacakan di persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (25/9/2018) hari
ini, pihaknya memastikan akan menerima putusan.
Penyataan
Mahfud ini menanggapi pertanyaan awak media terkait pertimbangan penuntut umum
KPK hingga menuntut Mas’ud Yunus dipidana penjara selama 4 tahun. Selain itu
yang akan disoal yakni peran Wakil Walikota Suyitno yang membuat kesepakatan
dengan pimpinan Dewan tentang setoran triwulan.
“Kalau
putusannya sesuai dengan pembelaan kami, ya sudahlah selesai. Kalau nggak ya
bisa banding. Cuma banding atau tidak itu hak terdakwa,” kata Mahfud.
Dikatakan,
yang menjadi pertanyaan besar yakni tuntutan terhadap kliennya dua kali lipat
dengan tuntutan terhadap Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR yang dituntut 2
tahun dan juga diganjar majelis hakim sesuai tuntutan penuntut umum.
“Dakwaan
dan pasal terhadap Mas’ud Yunus dengan Wiwiet Febriyanto sama persis. Tapi yang
satu (Wiwiet) dituntut 2 tahun, yang satu (Mas;ud Yunus) dituntut 4 tahun. Ini ada
apa. Kalau tidak boleh dikatakan tidak adil, ini jelas tidak proporsional,”
cetus Mahfud.
Ditegaskan
Mahfud, saksi-saksi yang memberatkan dari kalangan DPRD Kota Mojokerto yang
dihadirkan penuntut umum KPK sudah jelas menyatakan, bahwa pemberian uang
tambahan tidak berpengaruh terhadap tupoksi mereka.
“Para
saksi menerangkan, uang tambahan yang mereka terima tidak berpengaruh terhadap
fungsi DPRD. Terbukti pendirikan kampus PENS yang menjadi program unggulan
walikota tetap mereka tolak, karena bertentangan dengan hukum. Sehingga pada
anggaran tahun 2018, program itu sudah tidak ada lagi,” paparnya.
Sementara
itu, dalam pembacaan pembelaan setebal 84 halaman, tim penasehat hukum Mas’ud
Yunus selain menyoal beratnya tuntutan penuntut umum, pidana tambahan berupa
pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokok
dinilai berlebihan.
“Karena
seharusnya saudara penuntut umum dapat menganalisis bahwa usia terdakwa telah
lanjut usia, saat ini hampir 67 tahun. Terdakwa punya moral politik cukup baik.
Begitu ditetapkan tersangka 17 Nopember 2017, terdakwa tidak mau lagi dicalonkan
sebagai walikota Mojokerto periode kedua meski banyak masyarakat yang mendukung,”
kata Mahfud.
Tentang
pertimbangan hal-hal yang meringankan seperti pertimbangan penuntut umum dalam
tuntutannya, menurut Mahfud, tidak cukup jika penuntut umum menilai terdakwa
berlaku sopan selama persidangan. Tdak hanya perilaku, dimana pun terdakwa berlaku
sopan.
“Cukup
penuntut umum punya catatan khusus menilai dari awal yang diperoleh dari
penyidik KPK tentang perilaku terdakwa. Apakah terdakwa koorperatif atau tidak,
sopan atau tidak, karena kalau di persidangan semua bisa dibuat-buat atau
berpura-pura,” lontarnya.
Sikap
koorperatif terdakwa, lanjut Mahfud, menjadi pertimbangan hingga KPK baru
menahan terdakwa setelah lebih dari lima bulan sejak ditetapakan sebagai
tersangka KPK tanggal 17 Nopember 2017.
“Pada
pemeriksaan keempat tanggal 9 Mei 2018 tersangka ditahan. Infonya ada LSM yang
ada di Mojokerto yang dekat dengan pejabat di Mojokerto mendesak agar terdakwa
ditahan,” ungkapnya.
Soal
peran Wakil Walikota Suyitno, Mahfud menyebut orang nomor dua di tubuh Pemkot
Mojokerto itu punya agenda tersendiri.
“Kejadian
yang luar biasa atau diluar kegiasaan seorang ASN atau pejabat negara atau
daerah dalam perkara ini, seorang wakil walikota mendatangi pembahasan RAPBD pada
bulan Nopember 2015 tanpa ditugasi walikota, kemudian memprovokasi dan menawarkan
uang kepada anggota DPRD, berpura-pura telpon walikota. Hal yang membuat Sekda
tersinggung. Sehingga dapat dipastikan Wakil Walikota mempunyai tujuan
tersembunyi, yaitu menjerumuskan atau menjatuhkan walikota,” katanya.
Dalam
rekaman Wiwiet Febryanto, lanjut Mahfud, tampak jelas yang menyebut dan yang
menyatakan nilai Rp 395 adalah Wiwiet. “Wiwiet lah yang menggiring walikota
agar memenuhi permintaan Dewan. Ini semua ada dalam fakta persidangan. Juga
dalam pengakuan Wiwiet, setiap uang yang ia pinjam dari rekanan atau bank,
sebagian dibagikan untuk wakil walikota,” jelasnya.
Mahfud
bersama timnya juga mengurai keterangan saksi-saksi hingga berkesimpulan jika
unsur-unsur yang didakwakan penuntut umum harus dinyatakan majelis hakim tidak
terbukti. Meminta majelis hakim agar memutuskan menyatakan terdakwa diputus
bebas, karena dakwaan penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
“Agar
majelis hakim memutuskan memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari
tahanan. Atau kami mohon putusan yang seadil-adilnya,” pungkas Mahfud.
Sebelumnya,
dalam dalam pembacaan surat pembelaan pribadi, Mas’ud Yunus memberi judul pembelaannya 'Korban Sebuah
Konspirasi'.
Dihadapan
majelis hakim yang diketuai Dede Suryaman dan penuntut umum KPK, birokrat berlatarbelakang
ulama tersebut membeber sejumlah keberhasilan Kota Mojokerto di berbagai bidang
kala dibawah kepemimpinannya.
Namun,
secara tegas menyatakan keterlibatannya dalam kasus hukum di KPK lantaran sikap
ia tanpa berprasangka buruk dimanfaatkan oleh beberapa oknum dari eksekutif
maupun legislatif untuk melakukan tindakan melawan hukum dan menjerat dirinya
masuk ke ranah hukum.
Mas'ud
Yunus juga menyebut terjadi konspirasi
di kalangan Dewan yang berujung tekanan agar dirinya merealisasi permintaan penghasilan tambahan
tidak resmi.
Dalam
kondisi terpaksa dan di bawah tekanan, ujar Mas'ud Yunus lebih jauh, kami
merealisasi komitmen fee pimpinan dan anggota legislatif tahun 2016.
"Dalam
ajaran Islam melakukan perbuatan melawan hukum karena terpaksa dan di bawah
tekanan tidak berdosa," ucap Mas'ud Yunus seraya mengutip Al-Qur’an Surat
An-Nahl ayat 106.
Secara
terus terang ia pun mengakui kesalahannya.
"Kesalahan
kami, kami tidak melaporkan kejadian-kejadian tersebut sehingga kami terseret
dalam kasus hukum tindak pidana korupsi oleh KPK.
Diujung
pembelaannya, ia menyampaikan permintaan maaf ke semua pihak, termasuk keluarga
besarnya.
Dalam
sidang sebelumnya, Mas'ud Yunus dituntut penuntut umum KPK hukuman penjara
selama 4 tahun, denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan plus pencabutan hak
politik selama 4 tahun.
Sidang
berikutnya digelar majelis hakim tanggal 4 Oktober 2018 dengan agenda pembacaan
tuntutan. (one)
Social