DITENGAH persoalan yang menyeretnya ke ranah hukum, Walikota
Mojokerto nonaktif Mas'ud Yunus memanfaatkan waktunya di bilik penjara dengan
menorehkan lembar demi lembar curahan hatinya hingga terhimpun menjadi sebuah
buku yang ia beri judul Cahaya Hati
Dibalik Jeruji.
Mas'ud Yunus membuka
tulisannya di halaman pertama yang ia beri judul 'Renungan Dibalik Jeruji
Tahanan KPK'.
Dengan bahasa yang lugas dan
menggunakan kata ‘aku’ untuk menyebut dirinya sendiri, di paragraf pertama
Mas'ud Yunus menceritakan ikhwal dirinya berada di rutan KPK.
"Pada hari Rabu tanggal 9 Mei
2018 aku mendapatkan panggilan dari KPK untuk hadir tepat jam 10.00 WIB di.kantor
KPK, jalan Kuningan Persada, untuk pemeriksaan ke-4 kalinya sejak ditetapkan
sebagai tersangka pada tanggal 17 Nopember 2017 dalam kasus dugaan memberi
janji/ pemberian komitmen fee kepada DPRD bersama Wiwiet Febriyanto.
Pemeriksaan ke-4 ini hanya untuk mengklarifikasi rekaman HP milik.Wiwiet
seperti ketika aku menjadi saksi Wiwiet dulu."
Di paragraf berikutnya, ia membeber
perlakuan yang diterimanya setelah KPK menyatakan dirinya ditahan hingga harus
mengenakan 'rompi oranye' dan masuk dalam sel isolasi rutan KPK berukuran 2 x 3
meter.
"Aku sendirian di dalam sel
dalam keadaan pintu digembok dari luar, pintu dibuka oleh petugas hanya pada
jam sholat dan jam makan, selainnya pintu digembok."
Setelah tiga hari ia ditempatkan di
sel isolasi ia dipindah di sel nomor 5, bersama dua orang tahanan lainnya. Di
sel kedua itu ia mengaku lebih leluasa berkomunikasi dengan tahanan lainnya,
termasuk dengan Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa yang ditempatkan
di sel nomor 6. Pintu sel dibuka mulai pukul 03.00 sampai 22.00.
Ia mengaku banyak memanfaatkan
waktu untuk ibadah wajib maupun sunnah. Kesehariannya tidak lepas dari urusan ritual
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Ia pun menukil ayat-ayat suci Al
Qur an dan hadist Nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan keikhlasannya tatkala didera persoalan pelik yang
harus ia pertanggungjawabkan di depan hukum.
“Biarkan aku su’ul khatimah dalam
jabatan Walikota, asal husnul khatimah di saat meninggal dunia.”
Ia juga meminta agar keluarga,
saudara dan jamaahnya tak sedih memikirkan dirinya.
“Sudah cukup rasanya Aku mengabdi
kepada keluarga, masyarakat dan Pemerintah Kota Mojokerto. Yang masih kurang
adalah pengabdianku kepada Allah SWT. Mungkin di Rutan KPK ini merupakan jalan
pengabdian yang lebih maksimal kepada Allah SWT.”
Ia menandai ungkapan hati itu,
medio 17 Mei 2018 atau delapan hari sejak ia menjadi penghuni Rutan KPK.
Pada bab berikutnya yang ia beri
judul ‘Ramadlan Dibalik Jeruji Rutan KPK’. Ia membagi tulisannya menjadi
delapan bagian. Di setiap bagian, ia bertutur suasana di bulan ramadhan yang menurutnya melebihi
suasana pesantren. Aktivitas pun dirasanya padat namun penuh kesejukan. Ia rutin mengisi ‘kultum’ (kuliah tujuh menit) selepas sholat tarawih.
Ia pun berkilasbalik dan menerawang
jauh. Kesibukan bagi-bagi bingkisan yang ia lakukan semenjak jadi wakil
walikota kini tak bisa ia lakukan lagi.
Pun pada bab-bab selanjutnya yang
ia beri judul ‘Akhir Ramadlan Dibalik Jeruji Rutan KPK’ , ‘Idul Fitri Dibalik
Jeruji Rutan KPK’ , Bulan Syawal Dibalik Jeruji Rutan KPK’ ia menyebut banyak
hikmah dan pelajaran dan spirit baru yang didapatnya selama masa penahanan di
Rutan KPK.

Buku dengan cover bergambar salah
satu sudut Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK itu tampak dibawa ratusan
perempuan kelompok pengajian Al Umahat Kota Mojokerto yang sengaja datang ke
Pengadilan Tipikor Surabaya untuk memberi dukungan moral untuk Kyai Ud, sapaan
akrab pendiri dan pengasuh Al Umahat tersebut, Kamis (4/10/2018) pagi,
Munculnya ratusan perempuan di
lembaga peradilan tindak pidana korupsi itu tak pelak menyita perhatian
pengunjung lainnya. Terlebih, para perempuan yang mayoritas ibu rumah tangga itu
tampak berdoa untuk panutan mereka yang tengah terbelit persoalan hukum.
Mereka duduk berdesakan memadati
halaman samping pengadilan seraya menunggu jalannya persidangan. Diantara para
perempuan yang mengenakan busana batik rengkik, batik khas Kota Mojokerto itu
pun terlihat serius membaca buku setebal 107 halaman yang ditulis pria berusia 66 tahun tersebut. (one)
Social