Jombang-(satujurnal.com)
Suasana duka nampak
menyelimuti rumah keluarga Naskur (42) di Dusun Ganggang Desa Kedungdowo
Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur.
Naskur dan keluarganya
merupakan salah satu korban selamat dari gempa bumi dan gelombang tsunami
yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, (28/09/18) lalu. Mereka berhasil pulang
ke Jombang pada Rabu kemarin.
Naskur, bercerita, dia
sudah sekitar 25 tahun merantau berjualan bakso di kota Palu. Kala kejadian,
dia bersama istrinya Winarti (32) dan anak semata wayangnya, Mochamad Aulia
Rohman (7) berada di warungnya yang tak jauh dari lokasi pantai. Begitu
merasakan goncangan yang kuat dan melihat ombak berwarna hitam yang cukup
tinggi, tanpa berfikir panjang mereka langsung lari ke atas bukit untuk
menyelamatkan diri.
“Saya datang baru tadi
malam sama istri, alahmadulillah ada orang menolang saya ikut mobil logistik ke
Makassar, habis Makassar alhamdulillah saya dibantu orang ada yang kenal saya
dibantu naik pesawat kesini”, kata Naskur.
“Saat kejadian saya
jalan kaki dan lari gak pakai apa-apa yang penting keluarga saya, anak istri
saya selamat, pertama kali itu ada goncangan terus mati lampu, habis mati lampu
itu saya lihat air setinggi gak tahu berapa, itu ombak hitam”, kenangnya.
Kejadian itu, menurut
Naskur, begitu cepat. Kata dia masih ada banyak kerabat dan keluarganya yang
hingga kini belum jelas keberadaanya. Bahkan, paman, bibi beserta dua
anaknya menjadi salah satu korban tewas atas bencana besar ini. Naskur sendiri
mengaku trauma dan enggan kembali ke kota Palu. Dia dan keluarganya berencana
membuka usaha kecil-kecilan di kampung halamanya di Jombang.
Sementara, Hal yang sama
juga dirasakan keluarga Suyitno (47) dan Ngatmini (42) yang rumahnya berada
tidak jauh dari tempat tinggal Naskur. Saat kejadian, Dia bersama keempat anak
serta menantunya berhasil menyelamatkan diri dengan cara berlari
sekencang-kencangnya ke lapangan wali kota Palu. Seluruh dagangan beserta rumah
kontrakanya hancur karena gempa bumi dan hantaman gelombang tsunami kala itu.
Suyitno menuturkan, dua
adiknya yang tak selamat sudah dikuburkan secara masal oleh petugas di Palu.
Sementara sekitar sepuluh keluarganya yang lain hingga saat ini belum diketahui
keberadaannya.
“Pertama yang terjadi
itu saya ke Wali kota, atas, saya belum bertemu istri saya, hari kedua
pagi-pagi ketemu istri dan keluarga saya. Yang lain keluarga belum ketemu ada
sepuluh orang, yang dapat dua sudah meninggal”, kata Suyitno.
Tidak jauh berbeda
dengan Naskur, keluarga Suyitno juga sudah belasan tahun merantau di Palu untuk
berdagang. Atas kejadian ini, dia dan keluarganya mengaku iklhas dan sudah
merelakan anggota keluarganya yang tewas akibat bencana alam tersebut. (one)
Social