Mojokerto-(satujurnal.com)
Jajaran pejabat Pemkot Mojokerto, anggota Forkopimda, pimpinan
organisasi keagamaan dan para santri
pondok pesantren di Kota Mojokerto menggelar upacara memperingati Hari Santri
Nasional (HSN) yang jatuh pada tanggal
22 Oktober.
Nuansa beda tampak dalam upacara yang dipimpin Sekretaris Daerah Kota
Mojokerto, Harlistyati tersebut.
Peserta upacara mengenakan baju koko berwarna putih, dengan
memakai kopyah dan sarung. Sementara untuk peserta perempuan mengenakan
baju putih dengan bawahan rok.
Mars Hubbul Wathon (cinta tanah air)
untuk menggelorakan semangat nasionalisme dinyanyikan dalam upacara HSN
tahun ketiga ini.
Membacakan amanat Wakil Walikota, Harlistyati menyampaikan, HSN yang telah
ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2015 lalu, dan tertuang dalam Keputusan
Presiden Republik Indonesia nomor 22 tahun 2015, merupakan bentuk penghargaan
pemerintah terhadap peran para santri dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia
“Sejarah telah mencatat bahwa para santri telah mewakafkan hidupnya
untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan ini
tentunya tidak lepas dari semangat jihad kebangsaan yang hidup di dada setiap
elemen bangsa,” katanya.
Tema hari santri pada tahun ini adalah “Bersama Santri Damailah
Negeri”, yang relevan dengan kondisi bangsa saat ini yang sedang menghadapi
tahun politik 2019.
“Keragaman identitas suku, agama dan ras (sara) di negeri kita ini
sangat rentan konflik, untuk itu santri mempunyai peran tanggung jawab yang
strategis untuk melakukan jihad perdamaian. Jihad untuk mengajak rukun, jihad
untuk bersatu, jihad untuk menyebarkan islam rahmatan lil ‘alamin,” pesan
Harlistyati mengutip sambutan Wawali.
Lebih lanjut disampaikan, para santri yang tengah berada pada era
digital harus memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
“Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mempunyai aspek manfaat
dan mudharat yang sama-sama besar. Internet telah digunakan untuk menyebarkan
pesan-pesan kebaikan dan dakwah islam, tetapi juga dapat disalahdigunakan untuk
menebar ujaran kebencian, menimbulkan keresahan hingga perpecahan di
masyarakat, melalui fitnah dan berita hoaks. Untuk itu para santri harus
menggunakan teknologi informasi ini sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan
kebaikan, kedamaian dan kemaslahatan untuk menjaga dirinya, keluarganya, dan
agamanya,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa hari santri bukan hanya milik pesantren, tetapi
juga milik Bangsa Indonesia. “Mari kita bergotong royong, bersatu-padu,
mencegah perpecahan dan konflik kekerasan di masyarakat demi terwujudnya negeri
yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya. (one)
Social