Oleh
: CHOIRUL ANWAR
Razia
yang dilakukan Satpol PP Kota Mojokerto, Kamis 10 Januari 2019 terhadap pelajar
yang meninggalkan jam pelajaran cukup menarik perhatian penulis. Sebanyak
sepuluh pelajar SMP dan SMA sempat diamankan di Kantor Satpol PP setelah
terjaring razia di warnet dan disekitar lokasi SMP 5 Kota Mojokerto.
Mereka
diberikan pembinaan oleh Walikota bersama Kasatpol PP dan Kepala Dinas
Pendidikan didampingi orang tua yang ikut dihadirkan di ruang pertemuan Satpol
PP jalan Bhayangkara Kota Mojokerto tersebut.
Tak
kurang dari sepuluh awak media baik ekektronik, cetak dan online pun ikut
terlibat didalam peliputan. Bahkan para pemburu berita ini setia menunggu
kehadiran Walikota hingga beberapa jam lamanya. Pasalnya kepadatan agenda
Walikota memaksa Kasatpol PP bersama Kepala Dinas Pendidikan harus bersabar
saat menunggu antrian menghadap Walikota untuk melaporkan hasil razia tersebut.
Hingga
akhirnya sekitar pukul 14.30 WIB para petinggi Pemkot tersebut hadir dan
langsung disambut kamera awak media sampai acara usai sekitar pukul 15.15 WIB.
Pun juga tak ketinggalan team rilis Bagian Humas dan Protokol Setda Kota
Mojokerto yang selalu setia mengawal setiap agenda Walikota untuk melaksankan
tugas pokok dan fungsi peliputan.
Ning
Ita, sapaan akrab Walikota Mojokerto Ika Puspitasari menyapa ramah dengan
senyumnya yang khas dan nampak penuh kasih sayang kepada anak - anak para
pelajar dan orang tua.
Dengan
sikap keibuan dan gaya komunikasi dan interaksi yang akrab. Terkesan santai dan
penuh persaudaraan terutama kepada anak - anak. Bahkan saking akrabnya, bak
seorang Ibu terhadap anaknya sendiri. Betapa tidak. Runtutan pertanyaan yang
disampaikan mulai dari siapa namanya, sekolah mana, kelas berapa, kenapa meninggalkan
jam pelajaran dan sebagainya.
Tak
satupun pertanyaan yang dilontarkan tanpa ekspresi wajah senyum sembari tangan
kanannya yang reflek mengusap kepala dan rambut anak - anak tersebut.
Pemandangan
seperti ini mengingatkan penulis akan event tahunan yang acap kali dilakukan
secara istiqomah oleh para kiyai, asatidz, tokoh - tokoh agama dikampung -
kampung pada setiap 10 Muharam memberikan santunan kepada anak - anak yatim.
Melaksanakan sunnah Rasul menyantuni anak - anak yatim dan reflek tangannyapun
tergerak mengusap kepala dan rambut pada setiap anam yatim yang sedang
disantuni. Terlihat wajah - wajah yatim yang ceria penuh bahagia, bahkan tak
jarang terdengar gelak tawa diantara mereka setelah usai acara dan meninggalkan
masjid atau musholla dimana mereka diundang untuk menerima santunan.
Karena
memberi santunan seperti itu, jika dilakukan dengan hati yang murni tanpa
tendensi dan semata - mata hanya mengharap ridlo Allah SWT, maka Allah akan
menjamin rizki tentu disertai bertambahnya kebaikan pada kurun waktu satu tahun
berikutnya.
Tetapi
bedanya dengan anak - anakku para pelajar. Mereka telah lama menunggu, hingga
waktu tiba menerima pengarahan dan pembinaan yang dilakukan oleh para petinggi
Pemkot. Semua ini dilakukan dengan penuh keterpaksaan karena terjaring razia.
Selain
itu tak kujumpai anak - anakku yang telah menunggu duduk berjejer diatas kursi
lipat. Tak satupun diantara mereka yang menampakkan senyum manisnya seperti
halnya anak yatim. Bahkan beberapa diantaranya nampak sedih bagai tangis yang
hampir pecah diambang kelopak matanya.
Mereka
semua menundukkan wajah dengan sikap yang tawaddhu' dan tak segan - segan
mencium punggung telapak tangan pada saat berjabat tangan.
Tak
satupun yang mengesankan wajah mbeling.
Bahkan diantara mereka terkesan malu dan menundukkan kepala hingga menekuk
wajahnya kearah dada.
Kala
kudekati mereka, terdapat salah seorang siswa SMK, ia duduk persis ditengah -
tengah diantara deretan teman - temannya. Sikapnya yang kelihatan cukup tenang
dengan wajahnya yang ganteng, curhat kepada penulis sambil mengangkat wajahnya
yang sejak tadi tertunduk ke arah dada.
"Lha nggih, ngeten niki yok nopo pak, padahal
mboten salah kulo dirazia," "(Lha iya, ini bagaimana pak padahal
tidak salah tapi saya dirazia )," ungkapnya kepada penulis.
Sebuah
ungkapan yang menggambarkan betapa tidak bisa diterima baginya perlakuan ini,
jika dikaitkan dengan realitas yang diklaim sebuah pelanggaran bagi para
pelajar yang bolos sekolah atau lebih halus bisa dikatakan meninggalkan jam
pelajaran.
"Sabar,"
sergahku sambil sedikit memberikan motivasi." Hitung - hitung ikut sedikit
menambah arahan, pembinaan dan motivasi yang baru saja disampaikan Ning
Ita", gumamku. "Karena siapa tahu, hal ini bisa menyembuhkan sedikit
luka terjaring razia." lanjutku bergumam dalam hati.
Tampak
ada sedikit perubahan pada wajah mereka. Hitam bola matanya berbinar
menyiratkan semangat menatap masa depan. Penulis katakan kepada mereka.
"Peristiwa ini harus kita respon dengan khusnudzon (positive thinking).
Anggap ini adalah sebuah proses yang harus dilalui dan tak terhindarkan. Siapa
tahu karena peristiwa ini, anda semua akan menjadi orang - orang besar di
negeri ini", tandasku kepada mereka, yang dijawabnya dengan kata
"Aamiin" secara sepontan dan bersama - sama.
Tetap
semangat anak - anakku. Kau adalah anak yang baik. Aku tahu. Karena baru
beberapa langkah aku meninggalkanmu dari ruangan itu. Seorang ustadzah yang
menjemputmu, berkata, " kau adalah anak yang baik. Kau penurut dan
tawaddhu'. Kau sedang istirahat. Kau sedang foto copy diluar pagar tak jauh
dari sekolah."
Semoga
hal ini menjadi i'tibar bagi kita semua. Membangun sinergitas dan kerjasama
yang istiqomah antara Pemerintah, keluarga maupun masyarakat demi terwujudnya
generasi penerus bangsa yang berakhlaqulkarimah. Aamiin...*)
*) Penulis
adalah Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Mojokerto.
Social