Mojokerto-(satujurnal.com)
Konflik
tanah warga dengan PT Sinergy Power Source (SPS), yang berlokasi di Desa
Kembangringgit, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto kian meruncing.
Konflik
yang dipicu dugaan penyerobotan lahan milik lima warga setempat yang dilakukan
perusahaan pembangkit tenaga listrik swasta itu muncul pasca pelepasan hak
beberapa bidang tanah di dua peta blok lahan petani desa Kembangringgit tahun
2014.
Kelima
warga dusun Bajangan dan dusun Kembangringgit, Desa Kembangringgit, yakni
Bagio, Sukadi Wandoyo, Sumari, Mistono dan Handoyo yang mengklaim pemilik sembilan
bidang tanah di dua blok lahan yang kini dikuasai PT SPS, menuntut agar
perusahaan membayar ganti rugi.
Edy
Yosef, kuasa hukum kelima warga mengatakan sebagian lahan yang ditempati PT SPS
saat ini masih berstatus milik kliennya dengan bukti kepemilikan berupa Letter
C dan SPPT PBB. Masing-masing bidang sekitar seluas 1.500 meterpersegi.
“Mereka
masing-masing menuntut PT SPS membayar ganti rugi per bidang tanah Rp 1,5
miliar. Besaran tuntutan didasarkan harga pasar tanah saat ini, juga kerugian
materi yang diperhitungkan selama empat tahun tidak menggarap lahan yang
biasanya ditanami tebu itu,” katanya.
Menurutnya,
PT SPS pemegang hak guna usaha (HGU) No. 23 yang diterbitkan oleh kantor BPN
Kabupaten Mojokerto pada tahun 2016 tersebut diduga kuat telah menyerobot lahan
kliennya dengan merekayasa luasan lahan dalam dokumen HGU yang dijadikan lokasi
pembangunan pabrik. Pasalnya, obyek tanah mereka, sesuai bukti peta bidang
dalam Letter C dan nomor objek pajak (NOP) dalam SPPT kini beralih menjadi
obyek tanah dalam HGU No. 23.
“Surat HGU Nomer 23 terbit tahun 2016, padahal
dugaan penyerobotan lahan pernah diadukan klien kami ke Polres Mojokerto awal
tahun 2015. Artinya, sertifikat hak guna tersebut terbit saat tanah dalam
sengketa,” ungkap Edy yosef, dalam konferensi pers di kantornya, Posbakumadin,
Puri, Kabupaten Mojokerto, Selasa (2/1/2019).
Lebih
lanjut Edy Yosef mengatakan, pihaknya terpaksa melaporkan PT SPS secara pidana
karena perkara tersebut merupakan perkara pidana.
“Saya
laporkan secara pidana karena ini perkara penyerobotan tanah dan pemalsuan data
otentik. Masalah ini sudah berpekara sejak tahun 2015, dan laporan ke
kepolisian sudah sejak tahun 2017. Sedangkan HGB terbit tahun 2016. Kecuali
jika HGB terbit tahun 2014, maka urusannya lain. Mungkin kami akan membawanya
ke ranah perdata,” serga Edy Yosef.
PT
SPS dilaporkan telah menguasai lahan masyarakat tanpa persetujuan resmi.
“Pihak
perusahaan memanfaatkan jalur panitia pembebasan yang diketuai Kades
Kembangringgit dalam pembayaran ganti rugi lahan sehingga mengklaim telah
mengganti rugi tanah warga,” katanya.
Menurut
Edy Yosef, laporan dugaan penyerobotan tanah sudah dilakukan Ponali, salah satu
kliennya ke Polres Mojokerto 25 Juli 2017.
“Tapi
sampai saat ini penyidik Polres Mojokerto belum meningkatkan proses dari
penyelidikan ke penyidikan dan belum berhasil menetapkan tersangka atas perkara
dugaan penyerobotan tanah oleh perusahaan PT. Sinergy Power Source diduga
dibantu oleh perangkat desa Kembangringgit,” ungkap dia.
Dan,
lanjut Edy Yosef, pada saat gelar perkara 25 Oktober 2018 di Polres Mojokerto
yang dihadiri Kades Kembangringgit, pihak PT SPS, BPN Kabupaten Mojokerto tidak
menghasilkan perkembangan yang signifikan.
“Ada
kesan pihak penyidik tidak berdaya saat Badan Pertanahan Kabupaten Mojokerto
tidak membawa dokumen yang diperlukan untuk mengungkap sejarah tanah dan tidak
menyajikan warkah tanah yang seharusnya menjadi data penting untuk mencari
fakta kebenaran dari perkara ini,” ujarnya.
Ia
pun menyayangkan sikap BPN Kabupaten Mojokerto yang enggan membuka warkah
tanah, kendati ijin dari BPN Propinsi Jawa Timur sudah turun.
“Karena
belum dibebernya warkah tanah, penyidik terhambat taktala harus meruntut
riwayat tanah di dua blok yang kini dikuasai PT SPS tersebut,” cetusnya.
Di
lain hal, lanjut dia, telah terjadi penghapusan nomor obyek pajak (NOP) SPPT
milik masing-masing kliennya. PBB tahun pajak 2017 masih bisa dibayar, tapi
2018 tertolak karena NOP sudah dihapus.
“Penghapusan
NOP ini semakin menjadi bukti petunjuk bahwa tanah warga ada di dalam komplek
Pabrik PT.Sinergy Power Source. Karena nomer objek pajak hanya bisa dihapus
bilamana ada perubahan status atas objek tanah, antara lain pengabungan,”
lontar Edy Yosef.
Beberapa
NOP milik kliennya yang dihapus, kata Edy Yosef, yakni bidang tanah nomor
10,11,12,21, 32 dan 97 semuanya berada di dua peta blok yang kini terbit HGU
Nomor 23 milik PT SPS dengan satu NOP akibat penggabungan.
“Artinya
memang benar bahwa tanah warga ada didalam, kalau memang diluar lokasi atau
tidak ada didalam, kenapa harus dilakukan penghapusan (NOP),” telisik dia.
Ia
menepis jika tanah yang diklaim warga itu berstatus gogol gilir.
“Waktu
itu memang terjadi gilir, tetapi gilir garapnya karena persoalan pembagian air,
tetap sejak tahun 1975 sudah tidak ada lagi gogol gilir. Karena kalau sudah
terbit SPPT, sudah dikonversi tanah itu, sudah ada letter C nya, berarti tidak
ada lagi gogol gilir” sergahnya.
Ia
pun mendesak agar BPN Kabupaten Mojokerto segera menyerahkan warkah tanah HGB
Nomor 23 ke penyidik Polres Mojokerto.
“BPN
Kabupaten Mojokerto agar bertindak profesional. Jangan lagi berkelit soal
dokumen warkah tanah yang dikatakan masih dicari. Dengan tidak menyerahkan
warkah tanah, maka ada kecenderungan menghambat proses penyelidikan yang kini
tengah ditangani penyidik Polres Mojokerto,” tandas Edy Yosef.
Diingatkan
Edy Yosef, sedikitnya 11 bukti dan petunjuk yang ia kantongi akan menjadi dasar
untuk memperkarakan pihak-pihak yang dinilainya menghalangi pelaporan kliennya
tersebut.
Pun menurut Edy Yosef, tidak
ada alasan perusahaan tidak membayar ganti rugi. “Karena bukti kepemilikan sah
dan pernah membayar pajak bumi dan bangunan. Jadi kami harap agar perusahaan
segera membayar ganti rugi,” tutup dia. (one)
Social