Mojokerto-(satujurnal.com)
DPRD Kota Mojokerto meminta BPJS
Kesehatan, Dispendukcapil dan Dinas Kesehatan melakukan sinkronisasi data, menyusul
tercoretnya ribuan warga dari kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Selain itu, dalam progam universal healt
coverage (UHC), tercatat sekitar 6.651 warga yang belum masuk dalam basis data penerima
bantuan iuaran (PBI) APBD.
“Saat ini dari 143.337 jiwa jumlah
penduduk di Kota Mojokerto. Yang masuk dalam JKN sebanyak 107 ribu jiwa lebih. Sedangkan,
warga yang ditanggung dalam BPJS PBI-D mencapai 53.201 jiwa. Dari angka
tersebut, terdapat selisih 6.651 jiwa warga Kota Mojokerto yang belum masuk
JKN-KIS. Posisi ini yang harus segera dilakukan sinkronisasi data dengan
melakukan validasi dan verifikasi by name by address,” kata Wakil Ketua DPRD
Kota Mojokerto, Junaidi Malik usai rapat dengar pendapat dengan BPJS Kesehatan,
Dispendukcapil dan Dinas Kesehatan, Senin (25/2/2019).
Bukan itu saja, ujar Juned, sapaan politisi
PKB tersebut, saat ini Kemensos mencoret sekitar 1.000 JKN KIS.
“Kondisi ini berimplikasi besar terhadap
pelayanan kesehatan. Sementara Kota Mojokerto telah menjadi daerah dengan
capaian universal health coverage (UHC). Artinya seluruh penduduk kota dijamin
untuk didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Makanya kami rekom agar yang
tercoret dari daftar PBI-APBN agar bisa masuk dalam PBI-D (APBD),” cetusnya.
Dalam hearing yang dipimpin Ketua DPRD
Kota Mojokerto, Febriana Meldyawati tersebut, terungkap jika Dinas Kesehatan
kesulitan menyisir selisih data tersebut.
Terbukti pada akhir Desember 2018, untuk
penambahan ketika dipadankan dengan masterfile ternyata ada yang sudah
terdaftar PBI-D, BPJS Mandiri, maupun yang ditanggung instansi tempat warga
tersebut bekerja.
“Persoalan ini tidak akan tuntas jika
menunggu pengaduan masyarakat, tapi harus dilakukan sinkronisasi data secara menyeluruh
agar nantinya seluruh warga Kota Mojokerto masuk 100 persen ke JKN-KIS,”
singgung Juned.
BPJS Kesehatan yang mengantongi data
kepesertaan harus dipadankan dengan data kependudukan di Dispendukcapil.
Sehingga akan tersaring, data warga yang belum masuk JKN-KIS, hingga bisa
didaftarkan sebagai peserta (JKS-KIS).
Yang disayangkan, lanjut Juned,
persoalan itu seolah berputar-putar saja. “Masing-masing memaparkan alasan,
tapi tidak bisa mengerucut pada satu titik yang sama. Ini sangat menghambat dan
cenderung merugikan masyarakat,” tandasnya.
Dalam beberapa kasus, kata Juned, Dewan
menjadi jujugan warga tatkala tidak mendapat layanan BPJS Kesehatan secara
layak. “Kalau BPJS sudah by sistem, sebenarnya tidak ada lagi keluhan
masyarakat tentang pelayanan BPJS sampai ke Dewan. Tapi faktanya, muncul banyak
persoalan warga menyangkut BPJS, dari soal kepesertaan, layanan dan lainnya.
Ini yang kita tagih. Karena layanan kesehatan itu hak mereka (warga),” tukas
Juned. (one/adv)
Social