Mojokerto-(satujurnal.com)
Warga
di lingkungan jalan Kecapi dan jalan Leci, RT 02 RW 04, Kelurahan Wates, Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto menginisiasi dan mendeklarasikan wilayahya sebagai kampung
anti politik uang, di balai perumahan setempat, Minggu (31/3/2019).
Deklarasi
kampung anti politik uang dalam pesta demokrasi akbar yang dihelat 17 April
mendatang ini difasiliasi Bawaslu setempat dihadiri sejumlah ketua partai,
unsur Forkompimda serta lembaga pemantau pemilu yang terakreditasi.
"Kampung
anti money politic ini murni inisiatif warga. Ini sebagai wujud komitmen warga menekan
tindak pidana pemilu politik uang pada perhelatan Pemilu serentak 2019,” kata
Ketua Bawaslu Kota Mojokerto, Ulil Abshor.
Kesadaran
kolektif warga di dua jalan di kawasan perumahan Magersari Indah untuk menolak
segala bentuk money politic itu, ujar Ulil Abshor, patut diacungi jempol.
“Kita
support keberanian warga untuk menolak politik uang. Makanya deklarasi ini perlu.
Bukan semata-mata untuk seremonial, tapi bisa jadi inspirasi bagi kampung-kampung
lain di Kota Mojokerto,” cetus dia.
Apalagi,
lanjut dia, kampung anti politik uang ini baru satu satunya di Jawa Timur.
Sedikit
berkilas balik, Ulil menuturkan ikhwal munculnya gagasan kampung anti politik
uang. Yakni keprihatinan warga terhadap pemasangan alat peraga kampanye (APK)
secara sembarangan.
“Lagi pula warga di dua jalan ini pun menjadi motor
penolakan praktek kotor politik uang dalam pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Sayangnya,
kata Ulil, tidak seluruh warga di kawasan perumahan ini mendukung gagasan itu.
“Banyak
alasan yang mengemuka hingga banyak juga yang kurang sepakat,” tukasnya.
Pihaknya
memasang target, dari tiga daerah pemilihan (dapil), setidaknya akan terbentuk
satu kampung anti politik uang di setiap dapil. Karena pembentukan kawasan anti politik uang ini
efektif untuk mencegah maraknya politik uang menjelang pemilu.
“Tapi
sekali lagi ini soal kesadaran, bukan keharusan,” katanya.
Aang
Kunaifi, Kordiv Pengawasan Bawaslu Provinsi Jawa Timur mengatakan, gerakan ini
merupakan terobosan yang baru dilakukan dan satu-satunya di Jawa Timur.
“Deklarasi
ini menunjukkan keberanian warga untuk membendung segala indikasi pelanggaran
dalam pemilihan umum,” katanya.
Meski
sebenarnya politik uang dalam pemilu bukan isu baru, ujarnya lagi, namun terhadap praktek
kotor itu harus dilibas.
“Deklarasi
ini bukti bahwa ada itikad warga yang ingin perubahan untuk mewujudkan pemilu yang bebas dari
praktik politik uang,” cetusnya.
Praktek
politik uang, lanjut ia, jelas mengikis nilai-nilai demokrasi.
“Adagium terima
uangnya tidak pilih calonnya tidak berlaku lagi. Yang perlu, kita lawan
bersama-sama (politik uang),” tandasnya.
Salah
seorang inisiator deklarasi, Erti Nurhayati mengatakan, pembentukan Kampung Anti
Politik Uang merupakan kesepakatan sekitar 60 kepala keluarga di dua jalan dalam satu RT.
“Kita
di dua jalan ini sepakat untuk menolak segala bentuk politik uang. Bahkan,
ujaran agar menerima saja uangnya tapi tidak coblos calegnya kita pastikan
tidak ada. Karena kita ingin kampung kita benar-benar bersih dari praktik kotor
begitu,” ujar Erti Nurhayati.
Ketua
PKK di level RT ini pun mengaku, sudah banyak pihak yang berusaha melakukan
pendekatan untuk pendulangan suara dalam pemilu mendatang.
“Banyak
yang mendekati. Bahkan sebelum acara ini ada yang iming-iming akan beri uang Rp
200 ribu per orang,” ungkapnya.
Yang
menggembirakan, katanya, meski tanpa ‘uang coblos’, warga tetap menggunakan hak
pilihnya. “Ya seperti dalam Pilwali lalu, tidak ada uang coblos, tapi golput
rendah,” ungkapnya.
Yang
perlu dijaga, ujarnya, yakni komitmen pasca deklarasi. “Ya agar ‘serangan’
fajar jelang pemilu bisa dibendung, kita terus merapatkan barisan. ,” katanya.
Komitmen
itu termaktub dalam empat butir deklarasi yang dibacakan sebelum
penandatanganan pakta deklarasi oleh Bawaslu, pejabat Pemkot Mojokerto, Kajari
Kota Mojokerto, Perwakilan Polresta dan perwakilan Parpol setempat serta
pemantau pemilu. (one)
Social