Kenduri dan Larung Banyu Tujuh Mata Air Jadi Puncak Prosesi Mojotirto Festival - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Kenduri dan Larung Banyu Tujuh Mata Air Jadi Puncak Prosesi Mojotirto Festival


Mojokerto-(satujurnal.com)
Kenduri dan larung banyu tujuh mata air menjadi puncak ritual yang paling ditunggu pengunjung dalam Mojotirto Festival 2019 yang digelar Pemkot Mojokerto di bantaran sungai Kotok, dibawah jebatan Rejoto, wilayah Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jum’at (22/3/2019).

Ini lantaran prosesi larung banyu atau menghanyutkan air dari tujuh sumber mata air itu merupakan yang pertama kali digelar sepanjang sejarah pemerintahan Kota Mojokerto.

Tujuh lurah yang masing-masing membawa cawan berisi air dari tujuh sumber mata air yang berbeda menyerahkan ke Walikota Mojokerto Ika Puspitasari untuk dilarung di sungai Kotok diiringi gamelan kebo giro  dan tembang ritual wujud rasa syukur.

Tari bedoyo air mengawali prosesi sebelum penyerahan banyu tujuh mata air itu.

Walikota perempuan pertama di Mojokerto ini kemudian melarung cawan berisi air dari tujuh sumber air yang berbeda itu didampingi unsur Forkompimda.

Guyuran hujan, meski tak deras, tak membuat ratusan pengunjung yang menyaksikan prosesi kenduri dan larung di bantaran sungai dan diatas jembatan itu beringsut.

Pun Walikota yang karib disapa Ning Ita memilih tetap menyampaikan sambutan sembari menikmati guyuran air langit.

“Kenduri banyu sebanyak tujuh mata air ini adalah simbol rasa syukur kita bahwa aliran sungai di seluruh wilayah Kota Mojokerto memberi dampak kesejahtaaan dan dampak ekonomi yang memakmurkan bagi kita semua,” kata Ning Ita sesaat sebelum resmi membuka festival yang digelar dua hari itu.

Mojotirto Festival 2019 ini, lanjut Ning Ita, sebagai even, sebagai pertanda bahwa kita masih uri-uri budaya Mojopahit. Kita ini pernah menjadi bagian dari kerajaan besar Mojopahit di abad 13 wilayahnya melebihi wilayah Nusantara.

“Kita harus bangga dan berbesar hati. Dulu Mojokerto di abad 13 jadi ibu kota Mojopahit. Maka dengan spirit of Mojopahit, saya ajak seluruh elemen bersinergi untuk mewujudkan Mojokerto yang luar biasa,” cetus dia.

Menurut Ning Ita, even yang digelar bersamaan dengan Hari Air Sedunia itu merupakan langkah awal dari upaya menjadikan wilayah barat Kota Mojokerto menjadi lokasi wisata dan pusat keramaian sepanjang sungai Kotok.

“Kita jadikan wilayah ini destinasi wisata yang layak dikunjungi. Kedepan warga kota mojokerto akan mendapatkan dampak sosial dan dampak ekonomi yang luar biasa. Semuanya bisa sejahtera,” ujarnya.

Semua, ujarnya lebih jauh, tidak hanya jadi mimpi. “Tapi optimis dan yakin dengan bergandengan tangan, Kota Mojokerto bisa jadi kota yang layak disandingkan dengan Kota Surabaya. Tentunya atas dukungan seluruh masyarat serta partisipasi seluruh pihak, seperti halnya keguyuban yang tampak dalam penggarapan Mojotirto Festival ini” lontarnya.

Usai melarung, Ning Ita didampingi suami Supriyadi dan sejumlah pejabat beranjak menuju bazar penganan tradisional yang digelar di atas jembatan Rejoto. Ia mengunjungi setiap stan bazar seraya mencicipi aneka kudapan dan minuman khas Kota Mojokerto yang dijajakan emak-emak dari delapan belas kelurahan.

Mojotirto Festival 2019 dihelat Pemkot Mojokerto selama dua hari, 22 – 23 Maret 2019. Nuansa Mojopahit menjadi tema sentra festival yang melibatkan ribuan anak dan remaja milenial serta orang dewasa ini.

Ragam budaya yang melegenda di Kota Mojokerto bisa ditemui pengunjung festival. Selain di bantaran sungai Kotok, festival juga digelar di hutan Kota Pulorejo yang letaknya tidak jauh dari sungai Kotok.

Lomba fotografi dan vlog bahasa Inggris dibuka panitia, selain lomba permainan tradisional, lomba mewarnai, lomba musikalisai, lomba bercerita dan lomba dayung.

Tidak saja akan kian merekatkan antar generasi, festival yang kali pertama dan diharapkan jadi agenda wisata ini pun bisa jadi ajang transfer ilmu. Ada nilai-nilai kecintaan terhadap alam yang ditularkan dalam festival ini. Karena sebelum festival dibuka, digelar ‘Prokasi Serentak’, yakni program kali bersih atau bersih-bersih sungai Kotok secara massal. 

Kesenian tradisional Ludruk menjadi penyaji terakhir. Kesenian bergenre drama yang kian sepi penikmat ini akan unjuk panggung hari Sabtu, mulai pukul 19.30 WIB hingga 24.00 WIB. (one)


Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional