Damaran Budaya, Ruang Dialog untuk Pemajuan Kebudayaan - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Damaran Budaya, Ruang Dialog untuk Pemajuan Kebudayaan

Mojokerto-(satujurnal.com)
Pemerintah Kota Mojokerto kembali membuka ruang dialog untuk pemajuan kebudayaan dengan mengundang sejumlah narasumber, ratusan budayawan dan seniman dalam helatan bertajuk “Damaran Budaya Bareng Ning Ita” di halaman rumah dinas Walikota, Rabu (24/7/2019) petang.

Walikota Mojokerto Ika Puspitasari yang karib disapa Ning Ita menjadi tuan rumah sekaligus pembuka dalam dialog yang mengusung tema ‘Mojokerto Wayahe Moncer’ tersebut.

Damaran yang dimaknai sebagai pencerahan dalam dialog yang dimoderatori Ayuhanafiq, budayawan setempat, sengaja dipilih sebagai selasar untuk memberi artikulasi lebih pada slogan ‘Spirit of Mojopahit’ yang diusung Ning Ita sejak awal ia menjadi orang nomor wahid di Kota Mojokerto enam bulan silam.

“Spirit of Mojopahit adalah sumber semangat, kekuatan. Bukan sekedar slogan semata. Dengan membawa Spirit of Mojopahit kita bangkitkan kejayaan Mojopahit di bumi Mojokerto pada era kekinian,” kata Ning Ita.

Ia mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menggali potensi yang jadi warisan leluhur yang bisa dikembangkan di bumi Mojokerto,. Tidak hanya menggelar event-event berbasis budaya, tapi harus sinergi dengan kepariwisataan hingga bisa dibanggakan di level nasional dan internasional.

“Partisipasi masyarakat lah yang paling menentukan,” tekannya.

Ning Ita pun menyebut setidaknya ada sepuluh obyek pemajuan kebudayaan antara lain, tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.

“Setiap warga dapat berperan aktif dalam memajukan kebudayaan dengan menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan,” tukasnya.

Luluk Sumiarso, mantan Dirjen Energi Terbarukan Kementerian ESDM, pendiri sanggar kebudayaan Rumah Budaya Nusantara Puspo Budoyo mengaku hadir dalam dialog budaya yang diinisasi Ning Ita lantaran ‘Spirit of Mojopahit’ pula.

“Saya hadir disini karena spirit itu,” akunya lugas.

Luluk yang mengulas soal cagar budaya menyebut kapal peradaban bernama Mojopahit ada jika ada kebersamaan.

“Kerajaan Mojopahit telah mewariskan DNA budaya unggul. Ini diakui negara-negara lain, seperti halnya Jepang,” ujar alumni ITB tersebut.

Sejarawan Bonnie Triyana menekankan pentingnya membuka ruang dialog yang inten menuju ekosistem kebudayaan tanpa sekat wilayah administratif kota dan kabupaten Mojokerto. Ekosistem yang terbentuk dari ruang permanen yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat, tanpa terkendala waktu dan tempat.

“Ekosistem butuh waktu, makanya ruang (dialog) harus dibuka. Inisiatif tidak harus dari pemerintah, tapi juga dari pihak ini. Kuncinya, diskusi, dialog dan komunikasi,” ujar alumnus Universitas Diponegoro tersebut.

Ekosistem sebagai tata interaksi serta nilai budaya, ujarnya, harus dikuatkan dengan sebuah narasi. Pun terkait Spirit of Mojopahit.

“Perlu dikuatkan satu narasi untuk memberi kesan kuat terhadap Spirit of Mojopahit,” saran pemimpin redaksi majalah Historia tersebut.

Tak kalah penting, lanjutnya, adalah ajaran Bung Karno tentang tat twam asi atau ’aku adalah kamu dan kamu adalah aku’.

“Ajaran Bung Karno sangat aktual bagi kondisi sekarang, agar kita belajar kesetaraan serta memanusiakan sesama. Itu menjadi satu nilai religius yang bisa dikembangkan sedemikan rupa menjadi kota yang menghargai kemanusiaan,” katanya.

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto, Andi M Said mengingatkan ancaman mengalirnya kekayaan budaya ke negara lain, jika tidak dijaga bersama. Bahkan ia menegaskan jika dalam UU 11/2010 tentang Cagar Budaya mengamanatkan pemerintah membentuk tim ahli cagar budaya.

“Pemerintah daerah seyogyanya menyusun pokir (pokok pikiran) tentang cagar budaya. Diawali dengan inventarisasi landscape kota lama, prototipe rumah Mojopahit, pakaian Mojopahit sebagai identitas,” ujarnya.

Setidaknya, kata ia, ada limabelas kementerian yang memberi akses untuk pokir cagar budaya.

Ridho Syaiful Ashadi, pengiat budaya yang populer disapa ‘Si Bocah Angon’ mengulas filosofi dibalik berbagai permainan anak-anak jadul yang tak lagi akrab di kalangan anak-anak jaman sekarang.

“Holopis kuntul baris yang jadi yel-yel ketika bergotong royong dan dijadikan bagian dari permainan anak-anak jaman dulu sarat dengan filosofi kebersamaan. Rasa ini yang harus kita hidupkan terus menerus,” katanya.

Cak Ipoel, panggilan akrab Ridho Syaiful Ashadi juga mengungkap salah satu jenis permainan bocah yang sudah ada di jaman Mojopahit. “Khazanah Mojopahit juga terekam dalam permainan anak-anak,” tukasnya.

Ia juga berharap nantinya ada alon-alon dolanan di Kota Mojokerto.

Damaran budaya yang dikemas dalam format jagongan itu kian gayeng tatkala sesi tanya jawab dibuka. Harapan dan aspirasi para seniman dan budayawan ditangkap Ning Ita sebagai syahwat yang kuat untuk membangkitkan kejayaan Mojopahit melalui spirit yang terus ia gaungkan. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional