Mojokerto-(satujurnal.com)
Beberapa anggota DPRD Kota Mojokerto
mengaku banyak mendapat pengaduan warga soal Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) SMPN Jalur Zonasi. Setidaknya, sejak kran penjaringan siswa model zonasi
dengan perhitungan jarak domisili dengan sekolah tujuan itu dibuka, pengaduan
mengalir. Yang disoal warga, yakni ketentuan prioritas berdasarkan jarak tempat
tinggal terdekat dengan sekolah yang berujung terpentalnya calon siswa akibat
pendaftar lainnya memiliki jarak yang lebih dekat dengan sekolah yang dituju.
Warga yang mengadu, selain menyodorkan
beragam persoalan PPDB jalur zonasi sekaligus menuntut agar Dewan memberi
solusi cepat. Sementara dalam penilaian Dewan, sebaran sekolah yang tidak
merata dan faktor geografis menjadi permasalahan utama sistem zonasi PPDB saat
ini.
“Saya terpaksa ngumpet, tidak berani
pulang ke rumah karena saking banyaknya warga sekitar lingkungan saya yang
silih berganti mengadu dan berkeluhkesah soal PPDB jalur zonasi yang
menyebabkan anak mereka tidak bisa menerobos SMPN 9 yang notabene berada di
wilayah kelurahan mereka,” kata Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto, Suliyat,
saat hearing dengan Dinas Pendidikan Kota Mojokerto terkait PPDB 2019, Jum’at
(5/7/2019).
SMPN 9 yang berada di jalan Semeru,
kelurahan Wates, kecamatan Magersari merupakan sekolah yang berada di kawasan
strategis diantara tiga wilayah kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk
tinggi.
“Sebenarnya sangat beralasan kalau
mereka gerah bahkan menuntut agar anak mereka bisa sekolah di SMPN 9. Karena
secara zonasi sekolah itulah yang paling terjangkau. Sayangnya, aturan zonasi
yang memprioritaskan jarak rumah terdekat dengan sekolah mengakibatkan harapan
mereka pupus. Sementara meloncat ke sekolah lain sangat tidak mungkin, karena
jarak rumah jadi lebih jauh lagi,” ucap Suliyat.
Politisi PDI Perjuangan ini pun mengaku
masih terngiang-ngiang dengan cemoohan salah satu tamunya yang menuding dirinya
tidak bisa memberi solusi. “Artinya Dewan pun tidak saja menampung keluhan
warga, tapi kena getahnya juga,” ujar anggota Dewan dua periode tersebut.
Harun, anggota Dewan asal Gerindra mengaku
juga banyak disodori persoalan carut-marut PPDB jalur zonasi. Namun rupanya ia
tidak sampai beringsut dari kediamannya. Ia memilih mengajak berdialog dengan
warga yang gundah lantaran anak mereka tak terjaring PPDB jalur zonasi.
“Salah satu warga saya sarankan
melayangkan surat pengaduan ke Dinas Pendidikan. Karena warga yang mengaku
bingung dan kecewa itu punya alasan obyektif, bahkan secara detail bisa
memaparkan dan menemukan musabab yang mengakibatkan anaknya terlempar dari
kompetisi PPDB jalur zonasi, padahal menurutnya sistem zonasi itu harusnya memberi ruang
besar bagi anaknya menuju sekolah pilihannya,” ujar Harun.
Surat pengaduan atas nama Indrayoto,
SIP, warga jalan Panderman, Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari, Kota
Mojokerto itu pun sampai ke tangan Dewan.
Polemik PPDB jalur zonasi juga
disuarakan Sonny Basuki Raharjo dan Anang Wahyudi, keduanya anggota Dewan asal
Golkar. Sony menilai, warga kota yang mulai menyukai sekolah negeri ditengah
perkembangan pesat sekolah swasta kelas atas kini semangatnya mulai kendor lantaran
PPDB yang menuai banyak penilaian minor warga. Sedangkan Anang menyebut, warga
kota banyak dirugikan lantaran sistem jarak domisili dalam PPDB yang tidak
dibarengi dengan akurasi titik koordinat. .
Keakuratan titik koordinat itu juga
dipertanyakan Suyono, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.
“Apakah bisa dipastikan kalau titik
koordinat rumah siswa itu sesuai faktanya. Jika ada kecurangan untuk mensiasati
titik koordinat agar bisa lebih dekat dengan sekolah yang dipilih, apakah bisa
dideteksi langsung?,” telisik politisi PAN tersebut.
Junaidi Malik, Wakil Ketua DPRD Kota
Mojokerto lantang bersuara soal ketidakadilan dalam PPDB jalur zonasi yang
dirasa warga kota.
“Kepekaan kami mengawal proses PPDB
seolah diuji. Ini karena kontroversi PPDB jalur zonasi seolah tak berujung,
bahkan menjadi dilematis. Disatu sisi kita dibatasi berbagai regulasi, di sisi
lain ada hak warga yang hilang. Ini persoalan serius yang harus diselesaikan,” cetusnya.
Politisi PKB tersebut mengaku
mengantongi data ketidakberesan PPDB dari sejumlah LSM pendidikan.
“PPDB jalur zonasi ini dibuat agar tidak
ada lagi kastanisasi sekolah berdasarkan kecerdasan dan kelas ekonomi siswa.
Tapi dalam prakteknya, program ini justru menimbulkan masalah baru dan
kekacauan yang dirasakan terutama oleh orang tua murid,” lontarnya.
Kata Juned, sapaan Junaedi Malik, karena
jumlah siswa kota yang tidak tertampung diangka ratusan, maka harus dicari
jalan keluarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Mojokerto,
Amin Wachid mengaku mahfum jika Dewan gerah. Beberapa hal yang disoal Dewan pun
tak ditampiknya.
Dipaparkan Amin, jumlah lulusan SD/MI tahun ini sebanyak 2.960
siswa. Dari jumlah ini yang tercatat sebagai penduduk kota 2.040 siswa dan
penduduk luar kota 920 siswa. Sedangkan daya tampung 9 SMPN adalah 2.048 siswa.
Ada tiga jalur yang dibuka dalam penjaringan siswa di 9 SMPN tersebut, yakni
jalur zonasi dengan kuota sekitar 80 persen, jalur prestasi 15 persen dan jalur
perpindahan tugas orang tua 5 persen.
Ia menyebut, hingga PPDB jalur zonasi
berakhir, dari 9 SMPN, yang belum memenuhi pagu yakni SMPN 6. Sekolah yang
berbatasan dengan wilayah Kabupaten Mojokerto ini masih kekurangan pendaftar
sebanyak 29. Sehingga dari daya tampung 2048, masih kosong 29. Dan secara riil
saat ini masih terdapat 203 siswa lulusan SD/MI warga kota, berdomisili dan
bersekolah di kota belum tertampung.
“Jalan keluarnya agar siswa kota yang
belum tertampung (203) bisa terakomodir, adalah dengan penambahan rombel
(rombongan belajar). Sedangkan sekolah yang siap dan memenuhi syarat dari segi
sarpras maupun tenaga pendidik, yakni SMPN 1, SMPN 4, SMPN 5 dan SMPN 9.
Masing-masing siap membuka 1 rombel dengan jumlah siswa per rombel 32 atau
dengan kata lain ada penambahan pagu sebanyak 128 siswa,” terang Amin.
Upaya kami, kata Amin lebih jauh, sudah
maksimal dengan penambahan 4 rombel di empat sekolah atau menampung 128 siswa.
Sedangkan dalam PPDB jalur zonasi, SMPN 6 belum memenuhi pagu atau kurang
pendaftar sebanyak 29 siswa. Maka untuk PPDB jalur zonasi gelombang II khusus
warga kota yang memiliki KK dan sekolah di kota, akan ada daya tampung sebanyak
157 siswa.
Pagu tambahan itu akan disalurkan
melalui PPDB jalur zonasi gelombang II.
Dengan demikian dari jumlah siswa kota
yang tidak tertampung pada PPDB jalur zonasi gelombang I sebanyak 203 akan
ditampung dalam gelombang II sebanyak 157 siswa.
“Jadi secara keseluruhan yang tidak
tertampung nantinya berkurang menjadi 46
siswa,” terangnya.
Seperti halnya PPDB jalur zonasi
gelombang I, imbuh Amin, ketentuan siswa yang diterima tetap mengacu pada jarak
domisili siswa dengan sekolah yang dituju.
“Siswa yang domisilinya paling dekat
dengan sekolah yang dituju tentunya yang paling berpeluang,” ujar Amin.
PPDB jalur zonasi gelombang II, imbuh
Amin, dibuka tanggal 9 Juli 2019.
“Pendaftar cukup menggunakan PIN
sebelumnya,” katanya.
Dikatakan Amin, tambahan rombel itu
memang belum mampu mengakomodir seluruh siswa kota yang belum tertampung dalam
PPDB jalur zonasi. Namun akan menjadi solusi yang cepat dan bisa mereduksi
secara signifikan persoalan daya tampung.
Apalagi 11 SMP/MTs swasta di kota
Mojokerto saat ini sudah tercatat menerima 944 siswa baru.
Solusi yang ditawarkan Amin, yakni
penambahan 4 rombongan belajar (rombel) di 4 SMPN, masing-masing sekolah satu
rombel pun akhirnya disepakati Dewan.
“Kita kunci dengan 203 ya. Artinya tidak
membuka peluang baru melebihi 203. Dan yang pasti yang bisa berkompetisi di
gelombang II adalah warga kota dengan jumlah itu (203),” tandas Ketua DPRD Kota
Mojokerto, Febriana Meldyawati di ujung hearing.
Politisi PDI Perjuangan itu lantas menyebut
sejawatnya, Suliyat bisa pulang rumah dengan tenang tanpa lagi dibayangi
‘gerudukan’ warga. “Pak Suliyat bisa pulang rumah ya,” selorohnya. (one)
Social