Mojokerto-(satujurnal.com)
Badan Anggaran (Banggar)
DPRD Kota Mojokerto mengingatkan Walikota soal atensi Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terhadap pembahasan APBD di setiap tahapan. Pasalnya, postur
anggaran yang dicermati lembaga antirasuah itu bukan lagi soal sisi belanja,
namun sisi pendapatan.
“Saat ini perhatian Komisi
Pemberatasan Korupsi telah fokus terhadap sisi pendapatan, bukan lagi sisi
belanja. artinya pos-pos belanja yang digunakan untuk membiayai pos-pos
pendapatan harus diperhatikan secara serius,” kata juru bicara Banggar DPRD
Kota Mojokerto, Sulistiyowati saat rapat paripurna penyampaian hasil pembahasan
dokumen Kebijakan Umum APBD (KUA) 2020 dan Prioritas dan Platorm Anggaran
Sementara (PPAS) 2020, Kamis (1/8/2019).
Pemerintah Kota, menurut
Banggar, harus mampu menyeimbangkan pengalokasian belanja daerah, yaitu antara
belanja yang bersifat pemenuhan pelayanan dasar dan mandatori spending, dengan
belanja yang sifatnya mendatangkan pendapatan (revenue). Pemerintah Kota juga harus mampu
secara kreatif menciptakan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada penghasilan
daerah.
Soal sisi belanja yang
diharapkan mendatangkan revenue itu, Banggar menyinggung perusahaan-perusahaan
daerah yang masih mendapatkan penyertaan modal namun tidak mendatangkan
keuntungan, termasuk pemungutan pajak dan pemungutan retribusi daerah.
Agar tak jadi bidikan
KPK, Banggar menyarankan agar Pemkot mampu menyeimbangkan pengalokasian belanja
daerah, yakni antara belanja yang bersifat pemenuhan pelayanan dasar dan
mandatori spending, dengan belanja yang sifatnya mendatangkan pendapatan
(revenue).
“Pemkot harus mampu secara kreatif menciptakan
kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada penghasilan daerah,” ujar
Sulistiyowati lebih lanjut.
Selain soal pantauan KPK, Banggar juga menyinggung
janji-janji politik Walikota yang baru menjabat enam bulan silam itu. Ini lantaran didapati inkonsistensi dalam
fokus dan tema pembangunan.
“Pembangunan fokus pada pemerataan dan
kualitas pembangunan infrastruktur, sementara tema lebih menekankan pada
peningkatan sumber daya manusia. Prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam RKPD
belum nampak jelas pembiayaannya dalam KUA PPAS. Sehingga belum mampu
menunjukkan fokus pembangunan yang digunakan dalam menerjemahkan janji-janji
politik Walikota,” tandas Sulistiyowati.
Apalagi, Walikota dituntut
untuk memenuhi prioritas
pembangunan yang berasal dari visi misi Walikota yang notabene harus dipenuhi karena
merupakan legitimasi publik atas terpilihnya Walikota. Sementara banyak belanja daerah yang
diperuntukkan terhadap hal-hal yang bersifat mandatori (mandatory spending)
pemerintah pusat.
“Jalan satu-satunya adalah menambah atau
meningkatkan pendapatan, agar lebih leluasa dalam mengelola belanja-belanja
prioritas,” tekan Banggar.
Banggar pun menekankan agar
eksekutif tidak semata mengedepankan pendekatan rasionalitas dalam proyeksi
pendapatan daerah. Harus berpegang kaidah kehati-hatian dan ketaatan terhadap regulasi yang
ada.
“Kami lebih menghargai upaya-upaya pemerintah
terhadap peningkatan nilai pendapatan dari pada hanya sekedar mencapai atau
bahkan melampaui target tahunan. karena prisip yang baik dalam aspek pendapatan
adalah pendapatan yang meningkat bukan pendapatan yang tercapai,” ujar Sulistiyowati.
Ditekankan pula agar eksekutif
tidak mengulang lagi kesalahan-kesalahan data dan ketidak sinkronan
perencanaan antara OPD satu dan OPD lain.
“Dalam konteks mitigasi, inspektorat harus
banyak terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran ini. Kami tidak
menginginkan kasus-kasus hukum di kemudian hari terjadi karena lemahnya aspek
perencanaan kita,” kata Sulistiyowati.
Sementara itu, dalam dokumen PPAS
APBD 2020, pendapatan daerah direncanakan
sebesar sebesar Rp 793, 26 miliar. Angka ini didapat dari PAD sebesar Rp 205
miliar, dana perimbangan Rp 498, 81 miliar dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar
89 milyar 388 juta 472 ribu rupiah.
Sedangkan dari sisi belanja daerah, direncanakan
sebesar Rp 907,81 miliar. Belanja langsung diestimasi sebesar Rp 583, 77 miliar
dan belanja tidak langsung Rp 324 miliar.
Dari total pendapatan daerah dan total belanja
daerah, diproyeksikan defisit sebesar Rp 114,54 miliar. Angka ini tertutupi
dengan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang masuk dalam pos penerimaan pembiayaan
daerah.
Diujung penyampaian hasil bedah KUA
PPAS 2020, Banggar menelurkan 10 butir rekomendasi. Salah satu butir
rekomendasi, terkait langsung dengan janji politik Walikota perempuan pertama di
Kota Mojokerto tersebut.
“Sebaiknya fokus pada prioritas
tertentu yang dapat mengungkit kinerja pemerintah daerah yang efektif dan
menjawab prioritas janji politik Walikota kepada masyarakat. Karena tahun 2020 adalah
tahun pertama penganggaran yang dilakukan oleh walikota,” tukas Sulistyowati. (one)
Social