Mojokerto-(satujurnal.com)
Langkah SMAN 2 Kota Mojokerto menarik
sumbangan kepada seluruh wali murid untuk pembangunan dua ruang kelas dan
pengadaan piranti keras komputer menuai protes keras sejumlah wali murid.
Mereka mengadu ke Dewan setempat atas langkah
pihak sekolah di jalan raya Ijen itu. Mereka
menyatakan keberatan atas penarikan sumbangan yang disebut-sebut diamini komite
sekolah.
Komisi III DPRD Kota Mojokerto pun
merespon dengan turun lapangan menggali informasi ke SMAN 2 dan memanggil
beberapa orang wali murid di ruang kerjanya, Selasa (1/10/2019).
Ery Prayogo, anggota Komite Nasional
(Komnas) Pendidikan Kota Mojokerto yang terlibat dalam pertemuan antara awak
Komisi III dan wali murid menyebut penggalangan dana yang dilakukan SMAN 2 menyalahi aturan.
“Dari informasi yang kami peroleh,
juga penjelasan para wali murid yang disampaikan ke Komisi III, langkah yang
dilakukan SMAN 2 dengan menggalang dana untuk pembangunan dua ruang kelas
juga pengadaan komputer senilai ratusan juta rupiah tidak ada payung hukumnya.
Karena, SMAN 2 yang notabene sekolah negeri tidak masuk dalam kriteria
sekolah yang boleh memungut sumbangan untuk pembangunan ruang kelas,” kata Ery
Prayogo.
Ia menyebut sejumlah regulasi yang
memberi garis merah larangan mengadakan pungutan dan sumbangan ke wali murid
bagi sekolah yang diselenggarakan pemerintah.
“Pengadaan ruang kelas tidak boleh
dibebankan kepada wali murid. Ketentuan ini ada pada PP Nomor 48 Tahun
2008," Kata Ery Prayogo usai pertemuan.
Menurutnya, dalih pihak sekolah
menarik sumbangan untuk penambahan sarpras yang diamini komite sekolah setempat
sama sekali tidak bisa dibenarkan. "Apapun alasannya, kalau dijalankan
dengan menabrak aturan ya tidak bisa dibenarkan," cetus Ery Prayogo.
Terpisah, Ketua Komisi III Agus
Wahyudi mengatakan, sejauh ini pihaknya masih mempelajari masukan dari wali
murid dan pihak sekolah dan Komnas Pendidikan. Namun untuk menentukan sikap,
politisi Partai Golkar ini menyebut masih harus menggali informasi lebih dalam
dari UPT Dinas Pendidikan Mojokerto.
“Persoalannya bukan sekedar boleh atau
tidak boleh (pungutan dan sumbangan yang dilakukan sekolah). Ada hal-hal
mendasar yang harus dipahami agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Baik
sekolah, siswa atau pun masyarakat secara luas. Tapi yang pasti, kami akan
bersikap obyektif. Kalau kemudian memang langkah itu harus dianulir, ya harus
dijalankan, agar tidak ada presenden buruk bagi dunia pendidikan,” tukas Agus
Wahyudi. (one)
Social