Anggaran PBID Kota Mojokerto Bengkak, Tembus Rp 26,6 Miliar - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Anggaran PBID Kota Mojokerto Bengkak, Tembus Rp 26,6 Miliar

Mojokerto-(satujurnal.com)
Kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar 100 persen mulai 1 Januari 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan berdampak signifikan bagi platform penganggaran Pemerintah Kota Mojokerto dalam mengcover universal healt coverage (UHC). 

Akan terjadi kenaikan anggaran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBD sebesar Rp 19 ribu, yakni dari semula Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per bulannya. Diperkirakan, kantong APBD akan terkuras setidaknya hingga Rp 9 miliar pertahun. 

"Besaran anggaran PBID (PBI yang dibiayai APBD) kita untuk saat ini sebesar Rp 17 miliar. Dana tersebut untuk memenuhi pembayaran program UHC BPJS Kesehatan dengan estimasi 55 ribu peserta. Dengan kenaikan tarif iuran BPJS, maka Pemkot harus menyediakan tambahan anggaran Rp 9 miliar mulai tahun depan, " ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mojokerto, Christiana Indah Wahyu, Senin (11/11/2019). 

Imbas kenaikan iuran BPJS Kesehatan disemua kelas yang diatur dalam Perpres 75/2009 tersebut memaksa Pemkot harus pintar berhitung. Beberapa upaya dilakukan agar duit Pemkot cukup membayar beban tagihan BPJS kelas III tersebut. 

"Kita melakukan upaya validasi kepesertaan UHC. Dari perhitungan ulang itu jumlah peserta ditemukan turun jadi 53 ribu orang," imbuh Kadinkes. 

Turunnya angka tersebut, menurut Indah, karena adanya peserta yang meninggal dunia dan atau pindah keluar kota. 

Meski dari kuantitas turun, namun kenaikan tarif baru BPJS Kesehatan hingga 100 persen itu mengharuskan Pemkot menyediakan anggaran PBID kurun setahun sebesar Rp 26,6 miliar. 

Beban tersebut belum ditambah beban membayar iuran BPJS pegawai. 

"Pemda menanggung iuran BPJS pegawai sebesar 1 persen yang dipotong dari gaji pegawai. Yang 4 persen ditanggung sendiri oleh ASN bersangkutan," tambah Indah.
Meski berat memanggul beban kenaikan PBID, namun janji pemerintah pusat untuk memberikan kenaikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) bagi pemerintah daerah seiring dinaikannya cukai rokok mulai 1 Januari 2020 akan mampu menopang kenaikan iuran PBID. Karena penggunaan DBHCHT minimal 50 persen dipergunakan untuk mendukung program JKN di mana salah satunya BPJS Kesehatan.

"Kita ada solusi dengan adanya rencana tambahan penerimaan daerah,” katanya.

Disinggung tentang dampak kenaikan beban daerah Kadinkes enggan berkomentar. "Kalau menganggu APBD atau tidak saya tidak tahu. Karena itu bukan ranah kami,"  pungkasnya. 
Sementara itu itu,  Agus Wahyudi Utomo, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto mengatakan dampak kenaikan BPJS Kesehatan ini tentu besar. 

"Anggaran kita kan terbatas, maka jika naik maka penata anggaran wajib pintar berhitung menghadapi rencana tersebut,"  katanya. 

Untuk langkah selanjutnya maka Komisi III akan melakukan hearing rapat dengar pendapat (RDP)  soal kenaikan BPJS Kesehatan pada 18-19 Nopember mendatang. "Kami akan hearing dengan Dinkes dan BPJS Kesehatan. Langkah apa yang akan dilakukan," ungkapnya. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional