Pemuda, Antara Harapan dan Mimpi Buruk - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Pemuda, Antara Harapan dan Mimpi Buruk

ilustrasi doc :yourstory.com
Oleh : Reni Puspitasari, SST 

BULAN NOVEMBER ini, telah kita peringati Hari Pahlawan yang ditetapkan untuk memperingati pertempuran di Surabaya pada 10 November  1945. Hari itu adalah dimana para pejuang Indonesia di Surabaya berusaha mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. 

Sosok Bung Tomo, seorang pemuda kelahiran Surabaya tidak bisa dipisahkan dari peristiwa heroik tersebut. Pidato-pidatonya di radio mampu membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk mengusir tentara sekutu Inggris dengan persenjataan seadanya. Saat itu umur Sutomo atau yang lebih dikenal dengan Bung Tomo baru menginjak 25 tahun. 

Maka benarlah pidato Bung Karno yaitu “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Dan berikan aku 10  pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Pergerakan mencapai kemerdekaan hingga mempertahankannya tak lepas dari peran besar pemuda dengan visi-visi nya yang revolusioner. Bahkan Indonesia mempunyai Hari Sumpah Pemuda yang peristiwa historisnya menjadi salah satu akar terbentuknya perjuangan kemerdekaan.

Logikanya, dengan potensi pemuda yang demikian besarnya, suatu wilayah yang memiliki jumlah pemuda yang banyak harusnya bisa lebih maju dan unggul. Namun apakah demikian adanya sekarang? 

Berdasarkan UU No 40 Tahun 2009, pemuda adalah penduduk yang berusia 16-30 tahun. Dari definisi ini, menurut proyeksi penduduk  oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jombang, pada tahun 2018 diperkirakan jumlah pemuda di Kabupaten Jombang sekitar 294 ribu jiwa. 

Banyaknya jumlah pemuda yang ada mengingatkan kita pada suatu fenomena yang disebut demografi. Bonus demografi adalah fase dimana suatu daerah memiliki jumlah penduduk produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak daripada jumlah penduduk non produktif. Penduduk usia produktif sendiri merupakan penduduk yang dapat menghasilkan barang/jasa atau dengan kata lain aktif secara ekonomi. Dari data BPS diketahui bahwa jumlah penduduk usia produktif mencapai 854,9 ribu jiwa. Dan jumlah penduduk produktif tersebut, lebih dari sepertiganya adalah para pemuda. Dengan demikian, Jombang tidak perlu kesulitan untuk mendapatkan salah satu modal dasar pembangunan yang sangat berharga.

Ide-ide segar dari para pemuda seringkali out of the box dan tidak terpikirkan oleh generasi tua. Apalagi di era milenial ini, para pemuda seperti menunjukkan identitas dan budayanya sendiri. Mereka begitu aktif di dunia teknologi digital. Sektor komunikasi dan informasi yang begitu digandrungi oleh pemuda milenial ini, dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jombang bahkan mampu bertumbuh mencapai 7,71 persen di tahun 2018. Pertumbuhan sektor ini tercatat di atas pertumbuhan ekonomi total Kabupaten Jombang yang hanya sebesar 5,43 persen.

Pola konsumerisasi pemuda seperti nongkrong di café sambil aktif menggunakan layanan teknologi internet, ditambah pola pikir yang sangat terbuka mampu melahirkan ide-ide brilian. Bahkan banyak di antara mereka yang berhasil menjadi mendapatkan pundi-pundi rupiahnya dengan memanfaatkan kecanggihan internet. Mereka mampu menjadi pahlawan, minimal untuk keluarganya sendiri di usia yang terhitung masih belia.

Pada kenyataannya, banyaknya pemuda yang dimiliki oleh suatu daerah ibarat memiliki dua mata pisau. Keberadaan pemuda bisa menjadi mendatangkan keuntungan sekaligus menjadi tantangan. Bagi pemuda yang jeli melihat dan memanfaatkan peluang, tersedianya kecanggihan teknologi  informasi mampu membantu mereka menemukan sumber penghasilan. Akan tetapi, gempuran internet juga bisa membawa dampak buruk seperti kecanduan game online dan terjebak dalam kenyamanan dunia maya sehingga tidak mampu bersosialisasi dengan baik di dunia nyata. Belum lagi paparan informasi yang bertentangan dengan norma-norma susila di mayarakat kita dapat mengabrasi moral para pemuda.

Jauh dari sosok pahlawan. Pemuda yang tidak dapat bertahan di era milenial ini, bisa menjelma menjadi momok di masyarakat. Alih-alih menjadi penanggung para penduduk usia non produktif, mereka justru akan menambah angka pengangguran dan membebani perekonomian. 
Mengandalkan kecakapan dan kepandaian saja tidak cukup untuk melahirkan pemuda-pemuda tangguh yang akan menjadi pahlawan. Peran pendidikan, baik dalam keluarga, lingkungan masyarakat maupun dalam pendidikan formal sangat menentukan karakter pemuda-pemudi kita. Pendidikan karakter dan budi pekerti utamanya menjadi modal besar bagi para pemuda untuk menghadapi kerasnya persaingan dan gempuran digital di era milenial.

Bangkitlah pemuda Indonesia! Jadikan hidupmu sebagai penyumbang kemajuan Indonesia! Nasib Bangsa Indonesia bergantung padamu! (*)


*) Penulis adalah Statistisi Muda BPS Kabupaten Jombang

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional