Mojokerto-(satujurnal.com)
DPRD Kota Mojokerto
mensinyalir muncul kontraktor ‘siluman’ dalam pengerjaan puluhan proyek
normalisasi saluran air tahun 2019.
Sinyalemen munculnya
kontraktor siluman itu dilontarkan Ketua Komisi II, Moch. Rizky Fauzi
Pancasilawan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas PUPR, Inspektorat
dan Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) terkait tindak lanjut hasil sidak
proyek normalisasi saluran air 2019 di ruang sidang Dewan, Senin (13/1/2020).
“Kita punya uang, kita butuh
infrastruktur untuk pengembangan kota, terus yang mengerjakan ini sudah orang
luar, kita tidak kenal, dibohongi lagi !. Harga diri kita mana sebagai orang
Kota Mojokerto?,” tandas Rizky.
Yang ia sebut kontraktor
siluman, yakni 4 kontraktor yang memenangi tender 8 proyek normalisasi saluran air 2019 yang
berujung diputuskontrak lantaran menelantarkan proyek di tengah jalan, bahkan
ada yang sama sekali tidak menjalankan kegiatan proyek. Keempat kontraktor itu
diketahui beralamat di Kabupaten Sidoarjo.
Data 4 kontraktor pemenang
tender yang diterima Komisi II dari PBJ tersebut, yakni CV AS yang memenangkan
2 tender, yakni proyek normalisasi saluran air dan trotoar di jalan Niaga,
Kelurahan Sentanan senilai Rp 278,1 juta dan proyek perbaikan/ pembangunan
drainase dan selokan lingkungan di Kelurahan Mentikan senilai Rp 940 juta. Lalu
CV AR yang memenangkan 3 tender proyek saluran
dan drainase di wilayah Kelurahan Jagalan senilai Rp 434,1 juta, di kelurahan
Wates, senilai Rp 391,9 juta dan di wilayah kelurahan Kranggan, senilai Rp
417,9 juta. Berikutnya CV MNH yang menggarap 2 proyek, masing-masing di
kelurahan Magersari dan kelurahan Prajurit Kulon Rp 429,9 juta dan Rp 839,3
juta. Lalu CV DP pemenang tender proyek drainase dan selokan di kelurahan
Gunung Gedangan senilai Rp 2,04 miliar.
“Saya diberi selembar kertas
(data 4 kontraktor yang diputus kontrak). Apa yang bisa saya komentari? Ini
bukan data yang kami minta. Masyarakat membutuhkan solusi bukan ide atau
jawaban normatif,” sindir Rizky seraya mengangkat selembar kertas yang memuat
rekapitulasi data tender 2019.
Politisi PDI Perjuangan itu
pun mengaku sudah menelisik profile keempat kontraktor dari salinan SPK (surat
perintah kerja). Berdasar alamat dua CV pemenang tender, yakni CV AS dan CV AR,
ia menduga kuat kedua badan usaha itu dimiliki pasangan suami istri.
“Buat apa punya CV dengan
bidang usaha yang sama. Ini tidak logis. Kalau dua CV dengan bidang usaha yang
berbeda itu masuk akal,” ujar pria yang mengaku tahu banyak selukbeluk proyek
pemerintahan itu.
Menurut Rizky, meski sulit
dibuktikan secara hukum, namun eksekutif harus melakukan upaya-upaya tuntas
menguak sinyalemen CV siluman yang ia sebut.
“Memang sulit dibuktikan
secara hukum soal CV siluman atau makelar proyek, tapi saya meyakini OPD
terkait dan inspektorat mampu mengurai faktor X dari persoalan ini,” cetusnya.
Namun jika eksekutif merasa
kasus putus kontrak itu jadi beban berat, Rizky menyatakan pihaknya menawarkan
diri untuk membantu dari sisi pengawasan.
“Komisi II siap membantu
dari sisi pengawasan, sesuai fungsi kami,” imbuhnya.
Wakil Ketua DPRD Kota
Mojokerto Junaidi Malik yang juga koordinator Komisi yang membidangi
perekonomian dan pembangunan itu mengaku gerah dengan munculnya kasus
penelantaran proyek yang didanai APBD 2019 dan Dana Kelurahan tersebut.
“Disamping proyek mangkrak,
banyak juga proyek yang tidak seratus persen selesai. Secara faktual ada
pekerjaan kurang, itu banyak,” ungkap Juned, sapaan politisi senior PKB
tersebut.
Proyek-proyek drainase yang
kandas di tengah jalan, ujar Juned, memberi kesan jika fungsi-fungsi OPD tekait
tidak optimal.
“Tidak cukup hanya
di-blacklist. Ada apa ini? Sidoarjo semua (4 CV yang diputuskontrak), siapa
yang ‘ngulak’? Mereka ini jangan diberi ruang. Kota Mojokerto benar-benar sudah
diobok-obok,” lontarnya geram.
“Indikasinya ada. Saat sidak
kami mendapat pengakuan dari salah seorang mandor , bahwa dia sama sekali tidak
pernah ketemu kontraktor pemilik CV. Semua ini bisa jadi indikator, yang bisa
ditarik di semua lini. Siapa melakukan apa,” singgungnya.
Lemahnya fungsi pengawas karena
tidak adanya papan proyek dan progress proyek juga memberi kontribusi
amburadulnya proyek.
Ia juga menilai ada
kebuntuan hingga terjadi proyek mangkrak.
“Ada kebuntuan, mungkin ada
mekanisme yang putus. Kami tidak men-justice.
Tapi semua kedodoran, pemenangnya sama, alamat sama dan sebagainya. Regulasi
yang ada (ternyata) tidak bikin mereka jerah,” katanya.
Dinas PUPR, lanjut Juned,
harus menggenjot pengawasan. Buntunya dimana. Kalau mengurai administrasi ya
tidak akan ketemu. Tidak akan selesaikan persoalan.
“Sebenarnya ini persoalan
klasik yang muncul dimana-mana. Dari sisi non administratif ada hal yang ‘tidak
beres’. Jadi kalau sudah kedodoran begini bagaimana tanggungjawab
selanjutnya?,” tekannya.
Diingatkan Juned, dampak
proyek mangkrak benar-benar dirasakan masyarakat seketika proyek diputus
kontrak.
“Dampak putus kontrak hari
ini sudah terasa. Bahkan sejak hari putuskontrak terjadi. Warga mengalami
kebuntuhan akses. Air dari saluran yang ditelantarkan meluber ke rumah warga.
Ini sudah emergency (darurat). Yang kita butuhkan penjelasan konkrit !,” tandas
vokalis Dewan tersebut.
Lantaran RDP yang kali kedua
digelar pasca sidak ini dinilai tak mampu memberikan solusi apapun mengenai
dampak penyelesaian proyek - proyek bernilai miliaran rupiah yang mangkrak, pun
paparan Kepala Bagian PJB Nara Nupiksaning Utama, Inspektor Moh Sugeng dan
Kepala Dinas PUPR Mashudi belum membeber terang kasus proyek mangkrak itu, Juned
pun menyatakan pihaknya segera mengagendakan RDP jilid III.
“RDP ketiga segera kami
agendakan. Tidak cukup OPD terkait, tapi semua rekanan yang masuk dalam daftar
putus kontrak yang ‘kebetulan’ Sidoarjo semua pasti kami undang. Termasuk Pokja
ULP dan konsultan pengawas kami undang.
Karena kami butuh info yang akurat dari semua pihak,” tandasnya.
Nara Nupiksaning Utama
mengatakan, pihaknya telah merespon kasus ini.
"Awal tahun ini kita
sudah merespon menungaskan tim terkait rekomendasi Komisi II. Dan kami
mendorong Dinas PUPR lelang lebih awal,"
katanya.
Sebenarnya, lanjut Nara, Dinas
PUPR dapat melanjutkan proyek mangkrak tersebut.
" Saya pernah di PU
menangani proyek darurat terutama soal galian," tambahnya.
Namun sinyal Nara soal
pengambil alihan proyek tersebut ditampik Kepala Dinas PUPR Mashudi. Ia berkilah,
sulit untuk mengambil alih proyek Kelurahan.
"Kalau proyek PU yang
belum selesai kita bisa. Tapi untuk itu pun harus menunggu audit dari
Inspektorat yang tengah dilakukan," sergahnya.
Jika yang diambil alih
adalah penanganan proyek Kelurahan, ia tak tampak yakin. "Jika dari
Kelurahan bisa menindaklanjuti sepanjang ada perintah pimpinan," ujarnya.
Ia menambahkan, tahun 2019
terdapat 81 kontrak proyek drainase yang digelar pihaknya. Dari jumlah itu 4
kontrak yang tidak selesai atau diputuskontrak. “77 kontrak on progress, bisa
dilaksanakan seratus persen,” terangnya.
Proyek drainase Kalimati dan
Banjaranyar disebutnya menimbulkan masalah. Karena dikerjakan namun batas akhir
masa kontrak, tidak selesai. Sedangkan proyek serupa di Ngaglik dan jalan Niaga
nol persen.
“Di Dinas PUPR ada dana
rutin. Dana ini fleksibel untuk menangani perkerjaan yang betul-betul urgen,
tapi sifatnya pemeliharaan, bukan kontraktual,” imbuhnya.
Yang bisa dilakukan untuk
proyek di Kalimati dan Banjaranyar yakni dinormalisasikan. “Untuk kepentingan
ini kami sudah mengundang RT dan RW serta lurah setempat,” akunya.(one)
Social