Mojokerto-(satujurnal.com)
Suhu
politik di gedung DPRD Kota Mojokerto mulai memanas, menyusul rencana
interpelasi yang digulirkan sejumlah anggota Dewan yang duduk di Komisi II.
Saling adu argumen di luar forum resmi Dewan pun kental mewarnai rencana
penggunaan hak meminta keterangan kepada pemerintah daerah tersebut.
Fraksi
Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang digawangi empat anggota Dewan memastikan
akan menjadi fraksi pengusul salah satu hak Dewan yang diatur dalam pasal 69
Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD tersebut.
Fraksi
yang menginisiasi penggunaan hak interpelasi itu beralasan, Walikota Mojokerto
Ika Puspitasari mengendapkan persoalan-persoalan pembangunan yang krusial untuk
dituntaskan. Padahal, persoalan itu tidak lepas dari kebijakan yang sudah
menyita perhatian masyarakat.
“Fraksi
kami siap menjadi pengusul hak interpelasi. Mengingat persoalan krusial
menyangkut penyelesaian proyek saluran air seharusnya sudah bisa dituntaskan,
ternyata terlantar sampai sekarang, bahkan belum juga disikapi Walikota,” kata
Sekretaris Fraksi PKB, Wahyu Nur Hidayat, Senin (20/1/2020).
Wahyu
menyebut, banyak persoalan pelayanan dasar yang sudah keluar dari frame RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah
daerah). Padahal semua item pembangunan harus berada pada koridor RPJMD. "Faktanya
pembangunan yang berjalan banyak yang melenceng dari rambu-rambu RPMD. Ini yang kita
pertanyakan dalam interpelasi,” papar Wakil Ketua Komisi II tersebut.
Langkah
pengusulan hak interpelasi, sambung Wahyu, mengemuka diantara anggota Komisi
II, menyusul ketidakpuasan dalam tiga kali RDP tentang proyek normalisasi
saluran air.
“Komisi
II sudah menyatakan menyudahi RDP dan bersepakat melangkah pada penggunaan hak
Dewan itu (hak interpelasi),” tandas Wahyu.
Agung
Sucipto, anggota fraksi gabungan, yakni Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan yang
digawangi anggota Dewan asal PKS, Partai Gerindra dan PPP mengklaim berada
di kubu pro interpelasi.
“Fraksi
kami insya Allah bulat mengusung hak Interpelasi. Tinggal satu anggota dari PPP
(M Gunawan) yang belum terkonfirmasi,” aku anggota Komisi II tersebut.
Sementara
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Moch Rizky Fauzi Pancasilawan, mengatakan, fraksinya
belum mengambil sikap apakah mendukung atau menolak penggunaan hak interpelasi.
“Sikap
Fraksi PDI Perjuangan baru diputuskan setelah mendapat sinyal dari DPP. Karena,
meski penggunaan hak interpelasi itu ranahnya fraksi, namun sebagai kepanjangan
tangan partai, maka putusan politik yang ditelurkan induk partai tetap menjadi
acuan,” ujar Ketua Komisi II itu diplomatis.
Dalam
kesempatan yang sama, Wakil Ketua Fraksi Golkar, Jaya Agus Purwanto memastikan
fraksinya berada di luar kubu pengusung interpelasi.
“Fraksi
kami konsisten,” ucap Jaya Agus.
Meski
tak membeber lebih jauh soal sikap konsisten yang ia maksud, namun anggota
Komisi II tersebut menyatakan Partai Golkar sebagai partai pengusung Ita
Puspitasari sebagai calon Walikota dalam helatan Pilwali, April 2018 silam akan
tetap menjadi partai yang mengawal kebijakan-kebijakan kepala daerah yang
diusungnya itu.
Indro
Tjahjono, anggota Fraksi Partai Demokrat mengaku belum mendapatkan jawaban dari
fraksinya.
“Hasil
RDP sudah kami sampaikan ke fraksi kami. Termasuk rencana pengguliran hak
interpelasi. Namun sampai saat ini saya belum dapat jawaban dari fraksi, apakah
mendukung atau tidak (penggunaan hak interpelasi,” ujar satu-satunya politisi
Partai Nasdem di legislatif daerah Kota Mojokerto yang bergabung dalam Fraksi
Partai Demokrat tersebut.
Anggota
Komisi II tersebut menyatakan, secara pribadi mendukung langkah interpelasi. “Ya
itu sikap pribadi. Sikap fraksi bagaimana, ya kita tunggu saja,” sergahnya.
Sementara
itu, dalam Peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD
Hak Interplasi diatur dalam Pasal 69 – 71.
Pasal
69 ayat (1) mengatur, usulan pelaksanaan hak interpelasi yang telah memenuhi
ketentuan Undang-undang mengenai pemerintahan daerah diajukan Anggota DPRD
kepada Pimpinan DPRD untuk dilaporkan pada rapat paripurna.
Meski
tak diatur berapa jumlah minimal anggota yang mengajukan usulan interpelasi,
namun sumber di Sekretariat DPRD Kota Mojokerto menyebutkan, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 167 ayat (1) huruf a, hak interpelasi
di tubuh DPRD bisa diusulkan paling sedikit 5 orang anggota Dewan dari fraksi
berbeda.
“Misalnya
Fraksi PKB dengan 4 anggota, ditambah 1 anggota Dewan dari fraksi lain, maka
berdasarkan UU 23/2014, usulan (hak interpelasi) bisa dilakukan,” imbuhnya.
Di
Pasal 70 Peraturan
DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD diatur, usulan hak interpelasi yang digelar dalam
rapat paripurna baru bisa ditindaklanjuti apabila mendapat persetujuan dari
rapat paripurna yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Dewan dan
keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota Dewan
yang hadir.
Keputusan
DPRD mengenai hak interpelasi kemudian disampaikan pimpinan Dewan kepada
Walikota.
Seperti
diberitakan sebelumnya, usulan penggunaan salah satu hak Dewan tersebut mencuat
diujung RDP III, Jum’at pekan lalu.
Dalam
RDP yang dipimpin Koordinator Komisi II, Junaidi Malik, dinyatakan, selain
meminta OPD terkait menyelesaikan pekerjaan tanpa mengabaikan aturan serta
meminta Inspektorat melakukan audit proyek putus kontrak, Komisi II menilai
penelantaran proyek-proyek normalisasi saluran menunjukkan bahwa persoalan
kebijakan besar pelayanan dasar gagal di tahun 2019.
“Gagalnya
pelayanan dasar ini berarti gagal dalam menjalankan amanat RPJMD, gagal
menjalankan amanat RKPD tahunan, gagal dalam menjalankan program APBD,” cetus
Juned.
Karena
bentuk kegagalan itu, anggota Dewan tiga periode tersebut menilai
pertanggungjawaban bukan lagi pada perangkat daerah, melainkan kepala daerah.
“Semua
anggota Komisi II akan melaporkan ke masing-masing fraksinya tentang
fakta-fakta dalam RDP. Dengan meminta pertimbangan Ketua Dewan, Komisi II akan
mengusulkan langkah-langkah yang lebih jauh lagi yakni menggunakAN hak-hak kita
yang diatur dalam tatib Dewan maupun UU MD3,” ujarnya.
Komisi
II, kata Juned lebih lanjut, memastikan tidak akan menggelar RPD jilid IV,
namun mengusung wacana penggunaan salah satu hak Dewan yang diatur dalam tatib
Dewan maupun UU MD3. (one)
Social