Massa Demo Proyek Drainase, Desak DPRD Gunakan Hak Interpelasi - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Massa Demo Proyek Drainase, Desak DPRD Gunakan Hak Interpelasi

Mojokerto-(satujurnal.com)
Puluhan orang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Mojokerto menggelar unjuk rasa di depan perkantoran Pemerintah Kota Mojokerto , jalan Gajahmada, Jum’at (31/1/2020) mendesak Dewan setempat menggunakan hak interpelasi terkait proyek drainase yang mangkrak akibat ditelantarkan kontraktor pemenang tender.

Seraya berorasi bergantian, massa membentangkan berbagai poster berisi sindiran, tuntutan dan desakan penuntasan kasus proyek-proyek drainase tahun 2019 yang belakangan menjadi bahasan hangat di gedung Dewan.  

Tak lebih dari tigapuluh menit berorasi, beberapa perwakilan mereka bergeser ke gedung Dewan melakukan audiensi dengan Ketua DPRD Kota Mojokerto, Sunarto.

Muhammad Mustofa, penanggungjawab aksi mengatakan, Dewan didorong untuk menggunakan hak interpelasi, agar persoalan proyek mangkrak bisa terang ujung pangkalnya. Dari 82 paket proyek saluran air 2019 yang tersebar di tiga kecamatan, 8 paket mangkrak.

“Kami mendesak Dewan untuk menggunakan hak interpelasi soal proyek saluran air yang mangkrak. Karena dampaknya sangat dirasa warga. Sinyalemen yang mengemuka, ada dugaan permainan dalam proses lelang, meski pun lelang itu sendiri sudah melalui aturan dan mekanisme yang diatur dalam Perpres,” katanya.

Selain soal desakan interpelasi, ia berharap aparat penegak hukum juga turun.

Sementara itu, Ketua DPRD Sunarto mengatakan, usulan interpelasi yang diusung 10 orang anggota Dewan beda fraksi sudah diterimanya. Namun, untuk menuju penggunaan hak interpelasi, harus melalui beberapa tahapan.

“Usulan interpelasi akan terlebih dahulu dibahas di tingkat pimpinan (Dewan). Apakah materi yang diinterpelasikan sudah memenuhi unsur dalam penggunaan hak interpelasi atau tidak. Jika diputuskan memenuhi unsur, baru dibawa ke Banmus untuk agenda rapat paripurna. Rapat paripurna itu forum penentu apakah interpelasi itu bisa digelar atau tidak,” papar Sunarto.
Ditandaskan Sunarto, secara pribadi dirinya menilai interpelasi itu tidak harus dilakukan. Sebab, jumlah proyek yang tidak selesai di tahun 2019 hanya sekitar 10 persen dari total 82 pekerjaan. Menurutnya, ada langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan selain interpelasi.

“Kembali ke dinas tekait, apakah bisa mengambilalih penyelesaikan proyek mangkrak itu atau tidak. Karena, meski di Dinas PUPR ada anggaran pemeliharaan, tapi apakah bisa diserap untuk menyelesaikan proyek kontraktual itu.  Apalagi, anggaran pemeliharaan itu juga harus digunakan untuk perbaikan jalan-jalan yang rusak dan bolong, misalnya,” katanya.

Jadi, lanjut politisi PDI Perjuangan tersebut, kalau tidak melanggar aturan ya silahkan. “Kalau memaksakan dan melanggar aturan, ya jangan,” ingat ia.

Soal sinyalemen kongkalikong dalam proses lelang proyek yang berujung putus kontrak itu, Sunarto menyatakan tidak sependapat. Dari laporan RDP Komisi II dengan dinas terkait menyebutkan seluruh aturan dan mekanisme lelang proyek sudah dilalui secara benar.


"Kalau masih curiga, teman-teman yang menyampaikan aspirasi tadi, maka silahkan dibawa permasalahan ini ke aparat penegak hukum. Baik itu kejaksaan maupun kepolisian. Dua instansi ini kan berhak menyidik seseorang. Kalau kami (DPRD) tidak bisa," tegasnya. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional