Komisi I Konsultasikan Proyek Putus Kontrak DK ke LKPP - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Komisi I Konsultasikan Proyek Putus Kontrak DK ke LKPP

Mojokerto-(satujurnal.com)
Komisi I DPRD Kota Mojokerto melakukan konsultasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di Jakarta, terkait aspek hukum dalam penyelesaian proyek putus kontrak yang bersumber dari dana kelurahan (DK), awal pekan ketiga Pebruari 2020.  

Rombongan Komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan bersama koordinator Komisi, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Sonny Basuki Raharjo diterima Kepala Subdirektorat Pemerintah Daerah Wilayah Timur LKPP Harry Sri Kahartan Kusuma Wijaya.

Konsultasi ke Lembaga Negara Nonkementerian tersebut dilakukan Komisi I lantaran sejumlah permasalahan mengemuka dalam realisasi DK di tahun pertama 2019. Utamanya, terkaitnya tak rampungnya  beberapa paket proyek normalisasi saluran yang didanai DK tersebut. 

Hari Sri Kahartan memberikan pemahaman tentang kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat terkait kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Soal proyek fisik yang bersumber dari DK yang notabene berasal dari DAU Tambahan, dalam konteks Kota Mojokerto diatur dalam Peraturan Walikota (Perwali). “Dalam perwali harus juga diatur secara terang ketentuan jika terjadi proyek putus kontrak,” terangnya. 

“Ada unsur perencanaan, pengorganisasi, pelaksanaan hingga pengawasan dalam proyek fisik DK, seperti halnya proyek fisik yang didanai APBN maupun APBD,” tukas Hari Sri Kahartan. 

Sulistiyowati, Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto mengatakan agar tidak terjadi lagi proyek putus kontrak seperti halnya proyek DK 2019, pelaksanaan proyek fisik DK 2020 bisa tepat sasaran dan tepat waktu, harus direncanakan secara matang sebelum digulirkan untuk ditenderkan. Setiap pekerjaan harus direncanakan lebih baik, agar pelaksanaan pengadaan selesai sesuai jadwal,” katanya, Rabu (19/2/2020).

Lebih lanjut politisi PKB tersebut mengatakan, dalam proses pengerjaan, ketika suatu proyek terlambat 10 % di bulan pertama, dapat diterbitkan surat peringatan pertama. Setelah surat peringatan tersebut diluncurkan, diberi kesempatan satu bulan berikutnya. Jika  performanya tetap kurang atau jelek, dapat diberi surat peringatan kedua. Jika  performanya masih kurang atau jelek dapat diputus kontrak. 
“Klausula itu mestinya sudah tercantum dalam perjanjian kontrak. Jadi, tidak perlu menunggu hingga batas akhir (masa kontrak) pekerjaan”, tandasnya.

Jika putus kontrak dan masih ada waktu, sambung Sulistiyowati, sebenarnya bisa ditender ulang. “Kalau waktunya tidak cukup, dalam Perpres, bisa menunjuk pemenang cadangan berikutnya jika ada dan waktunya cukup. Jadi, penawaran berbeda tergantung nego, karena pekerjaan tidak dilakukan dari awal”, imbuhnya.
Namun, tatkal suatu proyek itu melewati tahun anggaran, ujarnya, maka akan ada persoalannya di penganggaran. 

"Kalau dari sisi pengadaan, boleh dilakukan. Namun, kalau dananya dari APBD murni tidak bisa, harus memakai dana luncuran tahun 2020 dan harus ada audit dari APIP. Dana luncuran merupakan Silpa tahun 2019 yang dalam akuntansi belum tercatatkan. Jadi, pelaksanaannya harus  melalui PAK", tegasnya. (one/adv)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional