Pembinaan Sekolah Ramah Anak, Kejaksaan Paparkan Konklusi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Pembinaan Sekolah Ramah Anak, Kejaksaan Paparkan Konklusi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Mojokerto-(satujurnal.com)
Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai upaya pencegahan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) menjadi topik bahasan utama dalam Pembinaan SRA yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Mojokerto di aula Dinas Pendidikan setempat, Selasa (11/2/2020).

Plt Kepala DP3AKB, Moch Imron mengatakan, Kota Mojokerto yang menyandang predikat Kota Layak Anak (KLA) menerapkan SRA. Bukan hanya sebagai salah satu indikator dalam KLA, namun SRA sudah menjadi gerakan dalam institusi pendidikan.

“Kota Mojokerto yang menyandang predikat kota layak anak (KLA) menerapkan sekolah ramah anak (SRA). Dengan demikian maka seluruh elemen pendidikan, termasuk di dalamnya unsur masyarakat, bersama-sama berupaya meredusir potensi anak yang berperilaku diluar aturan atau berperilaku menyimpang hingga terlibat dalam permasalahan hukum,” kata Imron. 

Dalam kegiatan yang diikuti sejumlah kepala sekolah, guru dan anggota PIK-R (Pusat Informasi Konseling Remaja)  tersebut, lebih jauh Imron mengatakan, SRA menjadikan sekolah sebagai rumah kedua dan tempat yang ramah bagi siswa. Peran guru pun tidak saja sebagai pendidik, tetapi juga bisa menempatkan diri sebagai teman yang dapat membantu penyelesaian persoalan siswa. 

“Sekolah harus menjadi ruang yang ramah bagi anak. Sekolah harus mampu menerapkan sekolah ramah anak untuk melindungi anak-anak didik dari kekerasan hingga permasalahan yang memengaruhi psikis anak,” tukasnya.

Imron yang juga menjabat Kepala DinasPenanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Mojokerto pun menyelipkan himbau soal Hari Valentine. Ia berharap agar kalangan remaja tidak berlebihan dalam merayakan momen yang biasa disebut hari kasih sayang itu , apalagi sampai mengarah pada perbuatan negatif.  Ia menyarankan sebaiknya mereka membuat kegiatan-kegiatan yang lebih produktif. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Mojokerto, Amin Wachid yang menjadi narasumber dalam sosialisasi tersebut mengatakan, upaya mewujudkan SRA perlu didukung oleh berbagai pihak antara lain keluarga dan masyarakat yang sebenarnya merupakan pusat pendidikan terdekat anak. 

“Dengan gerakan sekolah ramah anak akan tercipta sekolah yang menyenangkan, sehingga dengan kondisi ini anak bisa berprestasi, karena  anak senang, guru tenang, orang tua bahagia,” katanya. 

Amin pun memaparkan tentang komponen SRA menyangkut kebijakan SRA, pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak-hak anak, pelaksanaan proses belajar yang ramah anak,  adanya penerapan disiplin tanpa kekerasan, sarana dan prasarana yang ramah anak yang tidak membahayakan anak, dan mencegah anak agar tidak celaka, partisipasi anak, partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha, dan stakeholder lainnya.

Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto Barkah Dwi Hatmoko, yang menjadi narasumber berikutnya, mempaparkan materi Anak Bermasalah dengan Hukum (ABH).

Barkah yang mengawali pemaparannya dengan mengenalkan Kejaksaan selayang pandang mengatakan, keterlibatan pihaknya dalam sosialisassi SRA adalah bagian dari divisi penerangan dan penyuluhan hukum kejaksaan dengan jargon ‘Jaksa Gadis’ akronim Jaksa Garda Pendidikan dan Sekolah. 

 “Anak Berhadapan dengan Hukum atau biasa disingkat ABH adalah orang yang belum berusia 18 tahun, yang menjadi  pelaku , korban dan atau saksi tindak pidana. Atau anak berusia 12 tahun tapi kurang dari 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana,” terang Barkah. 

Anak, sambung Barkah, karena karakteristiknya ,belum matang baik secara fisik maupun psikis, memerlukan perlindungan dan penanganan hukum yang khusus dibandingkan dengan orang dewasa. Kewajiban negara, masyarakat dan keluarga untuk melindungi anak.

Data  anak  berhadapan  Hukum, penanganan perkara anak, perlindungan ABH serta sejumlah permasalahan yang timbul dalam ABH dipaparkan, berikut pasal-pasal terkait yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA). 

Menurutnya, belakunya UU-SPPA menyebabkan terjadinya perubahan dalam paradigma serta sebagai konklusi dalam penanganan ABH.  

“Dalam penanganan ABH wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif . wajib diupayakan diversi,  proses diversi dilakukan melalui musyawarah berdasarkan pendekatan keadilan restoratif . Pembatasan upaya perampasan kemerdekaan sebagai upaya terakhir (measures of the last resort). Penempatan pidana penjara atau penahanan sebagai upaya atau obat terakhir yang bersifat ultimum remedium,” ulas Barkah. 

Yang terpenting lagi, ujarnya kemudian, yakni penegasan hak anak dalam proses peradilan.

“Penyelesaian kasus ABH harus merupakan bagian dari perlindungan anak yang merupakan keseluruhan proses, dimulai dari  pencegahan, penyelesaian kasus, program rehabilitasi dan reintegrasi ABH ke masyarakat,” tutup Barkah. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional