Ning Ita Kupas Jejak Bung Karno di Kota Mojokerto - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Ning Ita Kupas Jejak Bung Karno di Kota Mojokerto

Mojokerto-(satujurnal.com)
Pemerintah Kota Mojokerto tengah mengembangkan narasi sejarah Sukarno kecil sebagai potensi wisata sejarah. Selain pendirian prasasti di situs-situs bersejarah dimana Sukarno, Proklamator dan Presiden Pertama RI menghabiskan masa kecilnya di Kota Mojokerto, juga program pendukung lainnya. Permainan dan olahraga tradisonal yang pernah dimainkan pemilik nama kelahiran Kusno itu akan dikenalkan kembali dan dijadikan festival setiap bulan Juni untuk menyambut Bulan Bung Karno.

Demikian diutarakan Walikota Mojokerto Ika Puspitasari dalam dialog sejarah yang digelar majalah Historia bertajuk ‘Merawat Jejak Sejarah Bung Karno’ bersama Pimpinan Redaksi Historia.id, Bonnie Triyana, Selasa (9/6/2020).

Buku legendaris Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams yang telah diterjemahkan dengan judul Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat Indonesia menjadi rujukan utama Walikota Ika Puspitasari tatkala bercerita tentang Sukarno kecil yang pindah dari kota kelahirannya Surabaya ketika berumur enam tahun itu.

Ning Ita, sapaan Walikota perempuan pertama di Kota Mojokerto mengambil lokasi di salah satu ruangan SDN Purwotengah yang sedang dalam proses restorasi sebagai cagar budaya itu dalam dialog secara virtual dengan Bonnie Triyana, sejarawan lulusan Undip Semarang tersebut. 

Sebuah patung berbahan tembaga setinggi empat meter juga telah didirikan di depan SDN Purwotengah. Wujudnya, Sukarno kecil yang tengah memakai jas namun berjarit, lengkap dengan blangkon sedang membawa buku. Diharapkan, patung ini menjadi pengingat sekaligus teladan bagi anak-anak di Mojokerto.

Menurut Ning Ita, putra dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai yang lahir di Surabaya 1 Juni 1901 ini bersekolah di Tweede Inlandsche School atau Sekolah Ongko Loro untuk anak-anak bumiputra. Di sekolah ini, ayahnya menjadi mantri sekolah atau kepala sekolah. Inlandsche School itulah cikal bakal berdirinya SDN Purwotengah di Jalan Taman Siswa, yang hingga saat ini masih dipertahankan keasliannya.

Lulus dari Sekolah Ongko Loro, Sukarno melanjutkan ke Europesche Lagere School (ELS) pada tahun 1911. Gedung ELS tempat Sukarno belajar dulu, kini masih berdiri kokoh di Mojokerto. Bangunan Belanda yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya itu kini difungsikan sebagai gedung SMPN 2 Kota Mojokerto.

Selain dua sekolah tersebut, masih ada tempat bersejarah lainnya yang menjadi rumah tinggal bagi Sukarno kecil yang tinggal di Kota Mojokerto mulai tahun 1907 hingga 1917. Namun, keberadaan rumah tinggal tersebut kini telah beralih fungsih menjadi pertokoan.

 "Keluarga Bung Karno pernah tinggal di salah satu sudut jalan, yang saat ini kita kenal dengan Jalan Gajahmada. Tepatnya di sekitar perempatan Jalan Gajahmada dengan Jalan Residen Pamuji (perempatan pasar). Tapi sayangnya, saat ini kediaman keluarga beliau telah beralih fungsi menjadi kawasan pertokoan," ujarnya.

Beberapa tempat di Kota Mojokerto, sambung Ning Ita, juga meninggalkan jejak keseharian Sukarno kecil. Seperti anak bumiputra pada umumnya, Sukarno suka bermain di lapangan berdebu dan menghabiskan waktu bermain air di sungai.

“Ada Lapangan Barakan Balongsari. Ada juga sungai atau kanal Jagalan, tempat biasanya beliau bermain sekaligus mandi ketika itu,” imbuhnya. 

Dalam otobiografinya, lanjut Ning Ita, Sukarno bercerita bahwa ia suka main jangkrik dan gasing di lapangan Barakan Balongsari. Selain itu, Sukarno juga jago main sumpitan, tembakan-tembakan dari bambu kecil dengan peluru kacang. Ia juga bermain sepakbola meski sering kalah dari anak-anak Belanda. Sementara sungai, menjadi tempat bermain favorit karena gratis sekaligus tempat mencari ikan untuk dijadikan lauk.

Lapangan Barakan Balongsari kini telah menjadi perkantoran Pemerintah Kota Mojokerto. Di lokasi ini serta beberapa lokasi lain yang berkaitan dengan Sukarno kecil, akan didirikan prasasti dan sketsa untuk menandai jejak sejarah Sukarno kecil.

“Di lokasi yang pernah menjadi jejak Sukarno kecil kurang lebih delapan sampai sembilan tahun tinggal di Kota Mojokerto ini akan kita berikan prasasti, pertanda atau tetenger kalau orang Jawa. Agar masyarakat secara luas mengetahui bagaimana, di mana saja dan apa saja yang dilakukan oleh Sukarno kecil ketika berada di sini,” terang Ika.

"Dalam rangka pengembangan Kota Mojokerto sebagai kota pariwisata, kami menyadari bawa luasan Kota Mojokerto ini sangat terbatas. Hanya, sebesar 20,21 km persegi. Untuk itu, dalam pengembangannya kami fokus pada pengembangan wisata berbasis sejarah dan budaya. Yakni, budaya dan sejarah kerajaan Majapahit dan sejarah tentang masa hidup Bung Karno,” tukasnya. 

Ning Ita pun berpesan kepada sleuruh generasi muda, terutama generasi yang ada di Kota Mojokerto untuk meneladani kerja keras, ketangguhan dan kegigihan Sukarno untuk mengembangkan diri. Dengan generasi muda yang tangguh, gigih, memiliki semangat juang dan kecintaan kepada bangsa dan negaranya, maka negara Indonesia akan mampu menjadi negara yang maju, mandiri, berdaya saing, dan disegani oleh bangsa - bangsa lain di dunia.

"Semangat, pola pikir dan tindakan Bung Karno inilah yang harus menjadi teladan bagi generasi masa kini. Karena saat ini, bentuk penjajahan negara lain tidak semata - mata penjajahan fisik yang melibatkan persenjataan dan militer saja. Tetapi, juga penjajahan secara politik, ekonomi, teknologi dan budaya. Masa kecil Bung Karno saat di Kota Mojokerto, hidup penuh dalam keterbatasan. Hampir separuh penghasilan sang Ayah, digunakan untuk membayar sewa rumah. Bahkan, keluarga beliau hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, Bung Karno mampu menjadi tokoh besar yang disegani oleh negara - negara lain di dunia," tegasnya. (one/hms/adv)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional