Soal Keributan Gepeng, Dewan : Bukti Lemahnya Kebijakan Penanganan PMKS - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Soal Keributan Gepeng, Dewan : Bukti Lemahnya Kebijakan Penanganan PMKS

Mojokerto-(satujurnal.com)
Kalangan DPRD Kota Mojokerto angkat suara soal keributan dan adu jotos belasan gepeng (gelandangan dan pengemis) dan pengamen di traffic light jalan Gajahmada Kota Mojokerto yang sempat viral di medsos, Selasa (4/8/2020).

Dinilai, ribut antar gepeng dan pengamen di kawasan yang dinyatakan steril dari gepeng itu tak lepas dari masih lemahnya kebijakan yang diambil pemerintah daerah setempat.

“Lemahnya kebijakan dalam hal penanganan PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) menjadikan para pengamen, peminta-minta seolah-olah mendapatkan legalitas dan ruang yang luas. Jika kondisi ini terus berlangsung, pengamen di Kota Mojokerto semakin mejamur. Yang memprihatinkan, banyak diantara mereka anak-anak usia sekolah,” cetus Ketua DPRD Kota Mojokerto, Junaidi Malik, Kamis (6/8/2020).

Vokalis Dewan asal PKB ini pun mempertanyakan kerangka kebijakan program PMKS.

“Saya kurang memahami bagaimana substansi dasar dan kerangka kebijakan program Pemkot yang berjalan selama ini, sehingga masih terasa ada kelemahan terkait persoalan tersebut,” katanya.

Awak FPKB DPRD Kota Mojokerto ini menilai, para gepeng dan pengamen memilih ‘bertahan’ di simpang jalan protokol itu lantaran kawasan itu merupakan lahan empuk mendulang rupiah dari para pengguna jalan. Pun terapi kejut ancaman dievakuasi ke panti sosial seolah tak mempan bagi mereka.

“Maraknya mereka seolah lepas dari pengawasan, pembinaan dan monitoring. Padahal kota ini menyandang predikat ‘Kota Layak Anak’ dengan didukung adanya perda perlindungan anak, juga terkait kamtibmas,” sindir Juned, sapaan karib anggota Dewan dua periode tersebut.

Predikat kota layak anak, sambung Juned, semestinya bisa dijalankan lebih subtantif dengan kebijakan program yang jelas dan terukur targetnya.

Yang perlu ditekankan, kata Juned, penanganan terhadap gepeng setelah penyisiran dilakukan.

"Kalau mereka ternyata bukan warga kota, ya harus 'dibendung' agar mereka jerah dan tak kembali lagi. Tapi kalau ternyata mereka warga kota, harus dilakukan pembinaan-pembinaan untuk membangun mental kedewasaan berfikir menatap masa depan dengan jiwa kemandirian dan kopetensi diri,” lontarnya.

“Itu harus bisa diaplikasikan dengan berbagi solusi kebijakan program pemerintah berupa pelatihan ketrampilan dan wirausaha ekonomi kerakyatan dengan berbagai fasilitas penunjang. Dan yang usia pelajar di fasilitasi masuk sekolah dengan tanggung jawab pemerintah langsung bagi yang tidak mampu, karena mereka harus mendapatkan haknya dalam memperoleh pendidikan yang layak sehingga bisa meningkatkan SDM mereka dalam membangun masa depan,” urainya.

Sebenarnya, kata Juned lebih jauh, persoalan penanganan dan pengentasan PMKS menjadi tanggungjawab pemerintah baik pusat maupun daerah. “Mereka adalah anak bangsa generasi ke depan yang juga perlu mendapatkan hak dan kesempatan hidup yang sama secara layak, kehidupan yang aman dan nyaman dalam menatap masa depan. Pemerintah harus bisa hadir di tengah ruang hati mereka dengan sebuah solusi kebijakan yang konkrit dengan target kinerja yang terukur outputnya,” tandasnya.

Seperti diketahui, adu mulut berujung adu jotos yang terjadi di traffic light jalan Gajahmada Kota Mojokerto viral di medsos. Video yang diunggah pemilik akun di salah satu grup FB Mojokerto itu dilihat ribuan kali dan mendapat beragam konmentar dari warganet.

Ribut-ribut yang terekam video itu menunjukkan cekcok gepeng perempuan paroh baya dengan pengamen perempuan lainnya. Kericuhan bisa redah setelah beberapa pemuda merelai. Di lokasi kejadian, tampak sejumlah anak-anak usia sekolah. Soal pemicunya, tak lain rebutan ‘lahan’ mengamen.

Kepala Satpol PP Kota Mojokerto Heryana Dodik Murtono membenarkan kejadian di video itu. Pihaknya mengamankan belasan pengamen dan pengemis di tempat kejadian. Yang miris, 7 dari 13 pengamen dan pengemis yang diamankan masih berusia anak-anak, 5-15 tahun. Mereka ditertibkan lantaran melanggar Perda Kota Mojokerto Nomor 3 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum.

"Mereka sudah berulang kali kami amankan, tapi setelah menerima pembinaan dan bantuan dari Dinas Sosial, mereka sering kali kembali ke lokasi," katanya. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional